Pemilu 2022
Perekrutan Panwascam, Andi Asliani Dorong Afirmasi Keterwakilan Perempuan
Afirmasi perempuan di lingkup penyelenggara pemilu semestinya menjadi pertimbangan dalam proses pelaksanaan Pemilu Tahun 2024 mendatang.
TRIBUN-SULBAR.COM, POLMAN – Afirmasi perempuan di lingkup penyelenggara pemilu semestinya menjadi pertimbangan dalam proses pelaksanaan Pemilu Tahun 2024 mendatang.
Pemenuhan kebutuhan minimal 30 persen perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu tidak sekadar untuk mengindahkan kepentingan perempuan.
Tetapi juga menghadirkan proses pemilu yang berintegritas dengan mengedepankan inklusi sosial dalam proses demokrasi.
Ketua Pengurus Cabang Fatayat NU Polewali Mandar, Andi Asliani mendorong agar keterwakilan 30 persen perempuan dapat memenuhi ruang penyelenggara pemilu di wilayah provinsi Sulawesi Barat.
“Khususnya saat ini, di Polewali Mandar diadakan rekrutmen calon Anggota Panwaslu Kecamatan, saya menilai saat ini merupakan kesempatan kita agar perempuan dapat memenuhi ruang-ruang tersebut khususnya sebagai penyelenggara pemilu,” kata Andi Asliani, melalui rilis diterima, Minggu (23/10/2022).
Lanjutnya, kebijakan afirmasi perempuan agar dipandang tidak hanya merupakan kepentingan kelompok perempuan, tetapi juga bagian dari upaya menghadirkan demokrasi yang lebih inklusif dan berpihak kepada mereka yang sering terpinggirkan dalam proses demokrasi.
Selain itu, keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen merupakan hal yang diamanahkan dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 28 H ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Lalu, pasal 10 ayat (7) dan pasal 92 ayat (11) UU Nomor 7 Tahun 2017 mengatur bahwa komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
“Dalam undang-undang tentang Pemilu, terhadap komposisi penyelenggara pemilu kita mendapati frasa memperhatikan keterwakilan perempuan, frasa memperhatikan tersebut mestinya menjadi catatan kita bagi penguatan demokrasi melalui perspektif gender,” imbuhnya.
Selain itu, penempatan frasa dalam ketentuan peraturan perundang-undangan khususnya terhadap frasa memperhatikan bukan sesuatu yang tidak memiliki makna walaupun bukan suatu kewajiban.
Melainkan, beririsan terhadap penentuan kebijakan khususnya terhadap perekrutan penyelenggara Pemilu itu sendiri.
“Hal tersebut mestinya menjadi catatan bagi penguatan demokrasi yang berperspektif gender dengan menghadirkan kesetaraan gender dalam pengambilan keputusan-keputusan publik khususnya dalam penyelenggaraan pemilu,” tandasnya.(*)