TRIBUN-SULBAR.COM, PASANGKAYU – Harga tabung gas elpiji 3 kilogram di Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi Barat, melambung tinggi di tingkat pengecer.
Warga harus merogoh kocek hingga Rp35 ribu bahkan Rp40 ribu per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Kondisi ini memicu keluhan masyarakat, yang menduga harga tinggi tersebut dipicu oleh pangkalan elpiji yang tidak melayani pembelian langsung ke warga.
Baca juga: Bukan Hanya Beras dan LPG, Harga Minyak Goreng di Mamuju Tengah Juga Melonjak
“Setiap kali ke pangkalan, jawabannya selalu habis. Tapi pengecer di sekitar situ tetap punya stok dan harganya mahal. Kami curiga pangkalan lebih memilih menjual ke pengecer supaya dapat untung lebih besar,” kata Irma, warga Kelurahan Pasangkayu, Selasa (8/7/2025).
Dugaan tersebut menguat setelah Dinas Koperasi, Perdagangan, dan Perindustrian (Diskoperindag) Pasangkayu melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah pengecer di Kelurahan Pasangkayu.
Dari hasil sidak, ditemukan hampir semua pengecer menjual gas bersubsidi tersebut dengan harga jauh di atas ketentuan.
“Memang hampir semua pengecer yang kami datangi menjual elpiji dengan harga di atas HET. Kami sudah berikan teguran dan akan tindak lanjuti,” ujar Anton, Kepala Seksi Penjamin Mutu Produk Diskoperindag Pasangkayu.
Anton mengungkapkan, banyak pengecer mendapat pasokan elpiji bukan dari jalur resmi, melainkan dari sesama pengecer atau pangkalan yang diduga tidak melayani warga langsung.
“Ini menyebabkan rantai distribusi menjadi panjang dan harga makin mahal di tangan konsumen,” tambahnya.
Sementara itu, Rizal, pemilik salah satu pangkalan elpiji di Kelurahan Pasangkayu, membantah tudingan tersebut.
Ia mengaku distribusi ke pangkalannya berjalan lancar, dengan pengiriman dua kali seminggu.
“Biasanya warga belum beli saat suplai datang karena masih punya cadangan di rumah. Tapi ketika mereka butuh, stok kami sudah habis, jadi mereka cari ke pengecer,” ujarnya.
Namun, alasan tersebut tak sepenuhnya diterima warga, karena kenyataannya stok di pangkalan kerap kosong, sementara pengecer selalu tersedia.
Menanggapi hal ini, Diskoperindag mengimbau masyarakat segera melapor jika menemukan pangkalan yang tidak melayani warga secara langsung atau terindikasi menyalurkan elpiji ke pengecer dalam jumlah besar.
“Kalau ada pangkalan seperti itu, silakan lapor. Kami akan tindak lanjuti. Gas elpiji 3 kg adalah barang bersubsidi yang harus sampai ke masyarakat yang berhak, bukan untuk diperjualbelikan bebas dengan harga seenaknya,” tegas Anton.
Diskoperindag juga membuka kemungkinan mengevaluasi kerja sama antara pangkalan dan Pertamina jika ditemukan pelanggaran dalam distribusi gas subsidi tersebut.(*)
Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Taufan