TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi (KKS) di Mesir, Muhammad Fadli Syah, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kinerja Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo tidak maksimal mengawal kasus hukum dua mahasiswa Indonesia yang kini mendekam di penjara Nozha, Kairo, Mesir.
Dua mahasiswa tersebut adalah Arjung atau AG (25) asal Desa Dungkait, Kecamatan Tapalang Barat, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, dan Muhammad Alwi Dahlan atau AD (24) asal Bandung, Jawa Barat.
Arjung merupakan mahasiswa semester awal di Fakultas Syariah, Universitas Al-Azhar, sementara Alwi berada di semester akhir.
Baca juga: Bawa Paket Titipan Berisi Stempel Keimigrasian Mesir, Mahasiswa Asal Mamuju Dipenjara di Nozha Kairo
“Sejak penahanan saudara Arjung pada 12 Maret 2025, Protokol dan Konsuler (Protkons) KBRI memang sudah turun tangan. Namun pengacara yang dikontrak belum menunjukkan kinerja yang maksimal,” kata Fadli saat dihubungi Tribun-Sulbar.com, Senin (14/4/2025).
Ia menyayangkan lambannya perkembangan kasus ini.
Bahkan hingga awal April, pengacara KBRI belum mendapatkan salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari otoritas Mesir.
“Info terakhir yang saya terima dari diplomat Protkons, sampai 5 April lalu BAP saudara Arjung dan Alwi belum diterima oleh pengacara. Ini tentu memperlambat proses hukum dan membuka potensi kesalahan dalam penanganan kasus,” tambah Fadli.
Ia juga menyebut sedang merangkum keseluruhan proses pengawalan yang dilakukan pihak KBRI sebagai bentuk evaluasi dan pertanggungjawaban.
"Sementara ini kami sedang rangkum pengawalan Protkons sejak awal sampai hari ini," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Arjung ditahan setelah tiba di Bandara Kairo pada 12 Maret 2025.
Ia membawa sebuah titipan dari temannya, AD, yang merupakan barang milik warga Indonesia berinisial DPW.
Barang itu belakangan diketahui berisi tiga stempel keimigrasian Mesir yang dicurigai hendak digunakan untuk kepentingan ilegal.
Padahal, menurut pengakuan AG dan AD, mereka sama sekali tidak mengetahui isi sebenarnya dari bungkusan tersebut.
Bahkan, keluarga menyebut bahwa Arjung sempat mengalami tekanan fisik selama pemeriksaan agar mengakui kepemilikan barang tersebut.
Pihak keluarga menyuarakan harapannya agar pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Luar Negeri dan Dubes RI untuk Mesir, segera mengambil langkah konkret.