Berita Mamuju

Pengakuan Karyawan PLTU Rekind Daya Mamuju, Kontrak Kerja Hanya Via Zoom?

Penulis: Lukman Rusdi
Editor: Munawwarah Ahmad
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga dan eks karyawan aksi di depan PLTU di Dusun Talaba, Desa Belang-belang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar), Senin (2/9/2024).

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Salah seorang operator Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Rekind Daya Mamuju di Desa Belang-Belang, Mahrif Ikram menyampaikan beberapa sorotan yang ia identifikasi terkait kebijakan perusahaan.

Menurutnya, kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan diambil secara tiba-tiba dan tidak melalui proses transparan.

Baca juga: Kronologi Penangkapan Ular Piton Berukuran 3 Meter di Taman KTM Tobadak Mateng

Baca juga: Bawaslu Sulbar Proses 43 ASN Tidak Netral di Pilkada, Terbanyak Majene 19 Orang Kedua Mamuju 9 Orang

Ia menyebutkan gaji dan pesangon tidak dibayar, hingga persoalan cuti yang menurutnya adalah pelanggaran terhadap hak-hak karyawan sesuai peraturan ketenagakerjaan saat ini.

“Tiba-tiba bikin kebijakan, kemudian ada berapa seperti gaji dan pesangon tidak dibayar,” kata Mahrif Ikram saat dikonfirmasi Tribun-Sulbar.com via telepon, Selasa (1/10/2024) sore.

“Kalau sesuai undang-undang, harusnya perusahaan memberikan cuti, tapi pihak perusahaan tidak memberikan cuti, kalaupun cuti itu dipotong gaji,” lanjut Mahrif Ikram diketahui sudah bekerja di PLTU Rekind Daya Mamuju sejak 2017 lalu.

Lebih lanjut ia menyampaikan pihak perusahaan membuat kebijakan sendiri terkait pembayaran lembur.

“Perusahaan mengeluarkan kebijakan baru mengenai pembayaran lembur yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kami menolak kebijakan ini karena lembur yang seharusnya dibayar berdasarkan aturan antara Rp 200 ribu hingga Rp 350 ribu, kini hanya dibayar Rp 90 ribu,”

Ia juga menyampaikan bahwa kebijakan itu diumumkan pada tanggal 1 Juli 2024, tetapi baru disosialisasikan pada bulan September, sehingga ia tidak terima.

Kemudian juga persoalan pesangin belum dipenuhi oleh perusahaan. Mahrif Ikram menyatakan bahwa pesangon seharusnya sudah dibayarkan setelah melewati tenggat waktu enam bulan, namun hingga tanggal 1 Oktober belum juga dipenuhi.

Terakhir, ia juga menyoroti pentingnya adanya kontrak kerja resmi, mengingat sejak awal bekerja, Mahrif Ikram mengaku belum menerima kontrak resmi secara langsung.

“Mulai pertama kali kami kerja sampai saat ini, belum ada salinan kontrak kerja yang sampai ke kita, hanya dipelihatkan lewat via zoom karena vendor yang berganti-ganti,” pungkanya kepada Tribun-Sulbar.com.

Sebagai informasi tambahan, berikut adalah Dasar Penghitungan Upah Kerja Lembur menurut Kemenaker dikutip dari Tribunnews.com, Senin (1/10/2024) sore.

1. Perhitungannya didasarkan pada upah bulanan, di mana upah satu jam sama dengan 1/173 dikalikan upah sebulan.

2. Apabila komponen upah terdiri dari upah pokok ditambah dengan tunjangan tetap, maka perhitungannya yakni dasar perhitungan upah kerja lembur adalah 100 persen dari upah.

3. Sedangkan upah yang komponennya terdiri dari upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap maka dasar perhitungannya adalah upah kerja lembur sebesar 75 persen dari upah.

4. Bila pekerja dibayar secara harian maka penghitungan upah sebulan dilakukan dengan ketentuan:

- upah sehari x 25 untuk pekerja yang bekerja 6 hari dalam seminggu.

- upah sehari x 21 untuk pekerja yang bekerja 5 hari dalam seminggu.

5. Bila upah dibayarkan dasar perhitungan hasil, upah sebulan sama dengan penghasilan rata-rata 12 bulan terakhir.

Namun, bila upah sebulannya lebih rendah daripada upah minimum, maka yang digunakan sebagai dasar penghitungan upah lembur adalah upah minimun.

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Lukman Rusdi