Mata kuliah AIK dapat terlaksana selama empat atau lebih semester dengan masing-masing semester memiliki nama mata kuliah yang berbeda.
Sebagai contoh, mata kuliah ini di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) terdiri dari Agama, Ibadah dan Muamalah, Islam dan Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni (IPTEKS), serta Kemuhammadiyahan.
Sementara di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) namanya menjadi Agama Islam 1, 2, 3, dan Kuliah Intensif Agama Islam.
Nama mata kuliah di rumpun Al Islam dan Kemuhammadiyahan ini berbeda untuk setiap kampus.
Selain itu penggunaan namanya hanya ditujukan bagi mata kuliah mahasiswa Muslim yang mendapatkan kuliah agama Islam dari kampus.
Bambang menjelaskan, kampus yang ditempati oleh banyak mahasiswa non-Muslim akan mendapatkan guru sesuai agamanya.
Ini seperti di Universitas Muhammadiyah Papua dan Universitas Muhammadiyah Kupang yang mayoritas diisi mahasiswa non-Muslim.
"Kalau sedikit, (mahasiswa non-Muslim) diminta mengikuti dan memperoleh kelulusan dari gereja atau vihara (tempat ibadah sesuai agamanya)," tambah Bambang.
Nantinya pihak gereja atau tempat ibadah mahasiswa non-Muslim tersebut yang akan memberikan hasil kelulusan kuliahnya kepada kampus.
Materi dan pembelajaran yang diadakan juga tergantung dari standar agama masing-masing, sesuai arahan rumah ibadah tersebut.
Sementara itu, para mahasiswa non-Muslim tetap mendapat mata kuliah khusus Kemuhammadiyahan.
"Untuk Kemuhammadiyahan, diberikan semacam sosiologi agama. Kalau Kemuhammadiyahan soal sejarah dan gerakan sosial Muhammadiyah," lanjutnya.
Sebagai salah satu mata kuliah penciri yang hanya ada di perguruan tinggi Muhammadiyah.
Kemuhammadiyahan akan mengajarkan mahasiswa mengenai organisasi Muhammadiyah, perannya bagi bangsa dan negara, serta penerapan nilai dan ajaran Islam berdasarkan pemahaman Muhammadiyah.
(*)
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Cerita Mahasiswi Kristen Dapat Nilai A di Mata Kuliah Al-Islam, Pihak Muhammadiyah Beri Penjelasan