Persona Gua Belanda di Bonehau yang Terabaikan, GMNI Sebut Pemkab Mamuju Tak Serius Urus Wisata

Penulis: Zuhaji
Editor: Nurhadi Hasbi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah pengunjung menyisir Gua Rinding Batu yang terletak di Desa Bonehau, Kecamatan Bonehau, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Pengelolaan wisata menjadi salah satu pekerjaan rumah pemerintah, termasuk pemerintah Kabupaten Mamuju.

Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Mamuju, Adam Jauri menilai, selama ini pemerintah Kabupaten Mamuju tidak punya keseriusan menata obyek wisata.

Contohnya, objek wisata Gua Rinding Batu, Desa Bonehau, Kecamatan Bonehau, Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).

Adam mengaku miris melihat kondisi Gua Rinding Batu tersebut.

"Hampir tidak terlihat ditutupi pepohonan dan belukar tinggi, bahkan pintu serta akses jalan masuk goa rusak," kata Adam kepada Tribun-Sulbar.com saat dijumpai di Sekretariat GMNI, Jl. Urip Sumoharjo, Karema, Mamuju, Sulbar, Jumat (3/2/2023).

Menurut Adam, hal tersebut tersebut membuat pengunjung kurang berminat datang untuk lebih mengetahui keindahan gua di tanah Manakarra.

"Padahal, lokasinya tidak jauh dari jalan poros arah Bonehau -Kalukku tapi posisinya susah ditemukan apalagi pengunjung awam," tambahnya.

Jarak Gua Rinding Batu dari Kota Mamuju kurang lebih sekitar 90 Km dengan waktu tempuh tiga jam perjalanan.

Sementara jarak antara Gua Rinding Batu ke Kecamatan Kalumpang hanya berjarak sekira 32 kilometer (km) lagi.

"Kami sering menjadi bahan perbincangan paling menarik untuk didiskusikan bersama," ucapnya.

Gua Rinding Batu atau biasa juga disebut sebagai Gua Belanda, magnet kuat mengobati rasa penat dan penasaran untuk berkunjung.

Tak jarang banyak diantara wisatawan memilih tinggal berlama-lama dan candu untuk kembali.

Adam mengajak seluruh elemen masyarakat, terkhusus kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulbar, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mamuju, dan Pemerintah Desa (Pemdes) Bonehau untuk melihat, memperhatikan, juga bergotong royong dalam mengembangkan potensi wisata Gua Rinding Batu.

"Karena gua itu memiliki nilai tinggi sehingga dapat menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik untuk desa atau Mamuju sendiri,"

Sekilas sejarah Gua Rinding Batu oleh Adam Juari

Dinamai sebagai Gua Rinding Batu, diambil dari sebuah nama Kepala Adat (Tobara') yang bernama Rinding Batu Pongkapadang.

Selama hidupnya, beliau bertugas memimpin dan menjaga kekayaan yang ada di dalam kampung.

Pada Tahun 1926, Rinding Batu Pongkapadang di baptis oleh Misionaris Belanda, melalui proses keagamaan tersebut dirinya menjadi orang pertama yang memeluk agama di Kalumpang Raya.

Setelah dari Tamalea Bonehau, misionaris Belanda melanjutkan perjalanannya menuju kampung Kalumpang Danggali serta Malolo.

Makam Rinding Batu Pongkapadang dapat kita temui pada salah satu dusun di Desa Tamalea.

Makam tersebut juga menjadi situs sejarah yang dinobatkan oleh lembaga pelestarian cagar budaya dunia UNESCO.

Pesona Gua Rinding Batu

Memiliki ciri dan nilai tersendiri jika dibandingkan dengan beberapa tempat wisata lainnya, salah satu keunikan yakni dua pintu masuk di mana gua itu terdiri dari tiga lantai.

Dengan diameter ruangan yang cukup luas serta panjangnya mencapai dua kilometer.

Gua ini tidak hanya menyuguhkan keindahannya saja, namun nilai sejarah dan budaya yang tinggi.

Menurut masyarakat setempat, gua tersebut dulunya pernah menjadi benteng pertahanan serta tempat tinggal para tentara kolonial Belanda.

Masyarakat juga mengakui adanya temuan senjata dan peralatan peralatan dapur yang sudah berubah menjadi fosil disebabkan material gua yang mengandung bahan kapur.

Tidak mengherankan apabila Gua Rinding Batu menyimpan nilai-nilai sejarah dan peradaban budaya.

Karena sebagian besar di daratan Bonehau-Kalumpang terdapat situs-situs sejarah dan pra sejarah.

Seorang arkeolog dalam eksavasi penelitiannya mengemukakan Kecamatan Bonehau dan Kalumpang adalah titik awal peradaban manusia yang berasal dari Ras Mongoloid, penutur Austronesia. (*)

Laporan Wartawan Tribunsulbar.com Zuhaji