Anggaran Polri Melejit

Anggaran Polri Melejit Rp173 Triliun, FPPI Mamuju Soroti Kinerja dan Potensi Korupsi

Polri mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp63,7 triliun, sehingga total anggaran yang diajukan untuk tahun 2026 mencapai Rp173,4 triliun.

Editor: Nurhadi Hasbi
Tribun Sulbar / Adriansyah
Aktivis Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), Mamuju, Irfan. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU – Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) Kota Mamuju menyoroti lonjakan anggaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.

Polri mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp63,7 triliun, sehingga total anggaran yang diajukan untuk tahun 2026 mencapai Rp173,4 triliun.

Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Polri dan DPR RI, Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Lemdiklat), Komjen Pol. Prof. Chryshnanda Dwilaksana, merinci kebutuhan anggaran Polri tahun 2026:

Baca juga: PMII Mamuju: Permintaan Tambahan Anggaran Polri Tidak Sejalan dengan Semangat Efisiensi Pemerintah

Belanja pegawai: Rp64,9 triliun, naik Rp5,5 triliun atau 9,32 persen.

Belanja barang: Rp47,6 triliun, naik Rp13,5 triliun atau 39,74 persen.

Belanja modal: Rp60,8 triliun, naik Rp27,7 triliun atau 83,89 persen.

Ketua Pimpinan Kota FPPI Mamuju, Muh. Irfan, menilai lonjakan tersebut perlu dikritisi secara objektif, terutama di tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi Polri.

“Ini permintaan anggaran yang kontroversial. Apalagi, menurut data yang dirilis Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada Desember 2024, terdapat 46 persen sentimen negatif terhadap kinerja Polri dalam menjaga ketertiban dan keamanan,” kata Irfan kepada Tribun-Sulbar.com, Selasa (15/7/2025).

FPPI juga menyoroti potensi korupsi dalam pos belanja barang yang dinilai sebagai sektor rawan penyimpangan.

“Belanja barang naik sebesar Rp47,6 triliun, sementara kita tahu bersama bahwa pengadaan barang adalah sektor yang sangat rawan korupsi. Ini terjadi di tengah kepercayaan publik yang merosot tajam terhadap Polri,” lanjutnya.

FPPI mempertanyakan transparansi laporan kinerja pengadaan dan keuangan tahunan Polri.

“Ini yang masih menjadi misteri. Setiap tahun minta anggaran besar, tapi laporan publik sangat minim. Ini sangat rawan disalahgunakan,” tambahnya.

Di sisi lain, FPPI juga menyinggung situasi global yang makin menekan negara berkembang, termasuk Indonesia.

Kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dinilai sebagai bentuk imperialisme ekonomi yang menghambat akses produk negara berkembang ke pasar internasional.

“Apalagi kita tahu, pemerintah Indonesia tidak hanya mengekspor produk tekstil, minyak bumi, dan emas, tapi juga komoditas lainnya seperti karet, kopi, teh, kakao, CPO, udang, dan hasil laut,” jelas Irfan.

“Amerika menyuruh kita bersaing di pasar global, tapi mereka justru menutup akses masuk produk kita. Ini bukan perdagangan bebas, tapi alibi untuk memiskinkan negara berkembang secara sistematis. Inilah puncak kapitalisme yang disebut imperialisme,” tegasnya.

FPPI mendesak pemerintah Indonesia agar menghentikan ketergantungan terhadap pasar negara maju seperti Amerika Serikat dan mulai membangun sistem ekonomi mandiri yang adil bagi rakyat, termasuk dalam hal kedaulatan pangan.

“Kalau pemerintah tidak mampu menegosiasikan kebijakan Donald Trump, rakyat kecil seperti petani, nelayan, dan buruh akan makin terpinggirkan. Pengangguran bisa melonjak,” ujarnya.

Menurutnya, negara seharusnya mampu membaca situasi dan menjalankan fungsi utamanya untuk mensejahterakan rakyat.

“Memang bisa mencari pasar baru di negara lain, tapi tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan karena menyangkut obligasi dan kesepakatan dagang yang panjang. Yang jelas, negara kita tidak boleh berharap belas kasih dari negara maju seperti Amerika,” tandasnya.

“Oleh karena itu, DPR dan pemerintah harus mengevaluasi secara serius kinerja Polri sebelum menyetujui tambahan anggaran. Dalam situasi global yang penuh tekanan dan kondisi dalam negeri yang sulit, seharusnya negara berpihak kepada rakyat, bukan justru menambah anggaran untuk institusi yang belum membenahi kinerjanya,” tutupnya. (*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved