Opini
Terjabak FOMO pada Rokok Elektrik: Tren Gaya Hidup atau Bahaya Tersembunyi?
Tekanan sosial yang kuat seringkali membuat mereka mengabaikan risiko kesehatan dan dampak jangka panjang dari kebiasaan ini.
Penulis: Ageng Wirya Aji
(Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi)
Pernahkah Anda khawatir ketinggalan sesuatu yang sedang tren? Fenomena ini dikenal dengan sebutan FOMO (Fear of Missing Out), dan merupakan perasaan cemas yang muncul saat Anda merasa ditinggalkan oleh orang lain dalam hal gaya hidup Anda.
Bagi mahasiswa yang sedang dalam tahap eksplorasi diri dan eksplorasi identitas, FOMO seringkali menjadi pemicu utama untuk menekuni berbagai tren, termasuk vaping.
Di lingkungan kampus, rokok elektrik tidak hanya dipandang sebagai alternatif pengganti rokok tradisional, namun juga sebagai simbol gaya hidup yang “keren”, kekinian, dan modern.
Perangkat ini hadir dalam berbagai varian rasa dan desain, membuatnya semakin diminati karena mudah ditemukan di kedai kopi, acara kampus, bahkan linimasa media sosial.
Namun, ada pertanyaan besar di balik popularitasnya. Apakah tren ini benar-benar merupakan gaya hidup yang harus diikuti, atau justru menyimpan bahaya tersembunyi bagi kesehatan generasi muda di masa depan?
Artikel ini merinci fenomena tersebut, mengungkap realitas di balik vaping FOMO, dan mengungkap mengapa mahasiswa perlu lebih berwawasan luas tentang pilihan gaya hidup mereka.
Bagi sebagian besar mahasiswa, rokok elektrik lebih dari sekedar cara untuk menghirup uap beraroma. Ada alasan menarik di balik awan asap yang menarik perhatian mereka.
Mulai dari keinginan untuk tampil modern, upaya mengikuti tren, hingga tekanan sosial dari lingkungan. Banyak orang menganggap vaping sebagai bagian dari gaya hidup “sosial”, yang menandakan kebebasan berekspresi dan kedewasaan.
Tidak diragukan lagi, pengaruh teman sebaya merupakan faktor penting dalam fenomena ini. Dalam lingkungan kampus, keinginan untuk “mencoba sekali saja” seringkali bermula dari rasa ingin tahu dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan.
Selain itu, iklan media sosial yang menyerang citra rokok elektrik sebagai produk yang keren dan bergaya memperkuat persepsi bahwa benda kecil tersebut merupakan simbol status sosial.
Bagi mereka yang ingin 'diterima' di lingkungan pertemanannya atau ingin terlihat berada di tengah gelombang tren, rokok elektrik seringkali dianggap sebagai tiket masuk.
Sayangnya, tidak semua mahasiswa menyadari bahwa keputusan ini lebih dipengaruhi oleh tekanan teman sebaya dibandingkan kesadaran individu.
Tekanan sosial yang kuat seringkali membuat mereka mengabaikan risiko kesehatan dan dampak jangka panjang dari kebiasaan ini.
Menariknya, tren ini tidak hanya menimpa orang-orang yang pernah merokok sebelumnya. Banyak mahasiswa yang belum pernah merokok yang terjun ke dunia vaping hanya karena ingin “melihat” sebagai bagian dari suatu kelompok.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana tekanan sosial dapat membentuk kebiasaan, meski tanpa kebutuhan awal.
Namun pertanyaannya, sampai kapan mahasiswa akan terjebak dalam siklus ini? Apakah layak menjadi “bagian dari tren” yang bisa berdampak negatif di masa depan? Yuk, simak selengkapnya pada pembahasan berikutnya.
Meski rokok elektrik populer sebagai simbol gaya hidup modern, ada fakta ilmiah yang sering diabaikan oleh penggunanya.
Rokok elektrik sering disebut-sebut sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan rokok tradisional, namun mengandung zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan yang serius.
Nikotin, bahan utama rokok elektrik, sangat membuat ketagihan, sama seperti rokok biasa.
Selain nikotin, e-liquid juga mengandung bahan kimia seperti formaldehida, asetaldehida, dan logam berat yang dapat merusak sistem pernapasan.
Asap yang dihirup mungkin tampak tidak berbahaya, namun penelitian menunjukkan bahwa paparan jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, kerusakan paru-paru, dan bahkan kanker.
Sebuah penelitian baru-baru ini menemukan bahwa meskipun rokok elektrik memiliki risiko menghasilkan tar yang lebih rendah dibandingkan rokok tradisional, dampak kesehatannya masih signifikan.
Faktanya, penggunaan rokok elektrik dalam jangka panjang dikaitkan dengan kerusakan pernafasan dan pneumonia yang serupa dengan efek merokok.
Bagi mahasiswa yang menganggap rokok elektrik sebagai “jalan aman”, penting untuk dipahami bahwa tidak ada bentuk rokok yang benar-benar bebas risiko.
Membandingkan rokok elektrik dengan rokok tradisional hanyalah soal risiko, dan keduanya bisa berbahaya bagi kesehatan Anda.
Di balik maraknya tren rokok elektrik dan meningkatnya tekanan sosial akibat FOMO, terdapat bahaya yang sering tidak disadari oleh mahasiswa.
Salah satunya adalah kecanduan nikotin yang menjadi ancaman besar bagi kesehatan fisik dan mental.
Nikotin dalam rokok elektrik sama adiktifnya dengan rokok tradisional, memengaruhi sistem saraf dan menyebabkan perasaan cemas, sulit berkonsentrasi, dan kebutuhan terus-menerus untuk "menghisap" agar merasa puas.
Selain dampak kesehatan, rokok elektrik juga menimbulkan beban finansial bagi mahasiswa.
Biaya pembelian perangkat, isi ulang, dan pod bisa berkisar antara ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah per bulan.
Bagi mahasiwa yang sering mengandalkan uang jajan atau pekerjaan paruh waktu, biaya tersebut dapat menjadi beban tambahan dan mempengaruhi prioritas keuangan lainnya, seperti belajar atau menabung.
Menariknya (dan ironisnya) banyak mahasiswa yang justru sadar betul akan pentingnya menjaga kesehatan.
Namun, mereka sering kali bergumul antara gaya hidup yang ingin tampil keren dan pilihan sehat yang mereka tahu lebih baik.
Penelitian informal menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang menggunakan rokok elektrik melakukannya karena alasan sosial atau sekadar untuk "ikut-ikutan", meskipun ternyata mereka sadar akan risikonya.
Dilema ini menunjukkan betapa rumitnya pengambilan keputusan yang dihadapi mahasiswa. Di satu sisi, mereka ingin merasa diterima dan relevan dengan lingkungan sosialnya.
Sementara itu, mereka harus menghadapi dampak kesehatan dan ekonomi secara kumulatif.
Dari pendapat dan pengalaman berbagai mahasiswa mengenai tren rokok elektrik, terlihat jelas bahwa diperlukan upaya nyata untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu yang terpenting adalah edukasi komprehensif mengenai bahaya vaping.
Banyak mahasiswa yang terkena dampak tren ini karena kurangnya informasi akurat mengenai risiko kesehatan, kecanduan nikotin, dan dampak ekonomi yang terkait.
Kampus dapat berperan aktif dengan menyelenggarakan seminar, diskusi, dan kampanye kesehatan yang membuka mata mahasiswa terhadap realitas di balik vaping.
Selain itu, penting untuk memberikan alternatif gaya hidup sehat yang menarik bagi mahasiswa.
Misalnya, menggalakkan kegiatan olah raga, seni, dan sosial sebagai alternatif kegiatan terkait rokok elektrik.
Komunitas kampus dapat membentuk kelompok dukungan untuk membantu mahasiswa yang ingin berhenti menggunakan rokok elektrik atau yang sekadar ingin mencari lingkungan yang mendukung pilihan hidup sehat.
Peran kampus sebagai lembaga pendidikan sangatlah penting. Kampus tidak hanya menjadi tempat belajar, namun juga menjadi tempat mahasiswa mengekspresikan kepribadian dan cara hidupnya.
Dengan menyediakan ruang diskusi, kegiatan kreatif, dan komunitas yang sehat, kampus membantu mahasiswa terhindar dari kecenderungan merugikan.
Komunitas mahasiswa juga dapat menjadi agen perubahan dengan menciptakan budaya yang menghargai hidup sehat.
Selain itu, ini merupakan langkah penting dalam mendukung keputusan mahasiswa untuk tidak menggunakan rokok elektrik.
Tidak semua mahasiswa terpengaruh oleh tren, sehingga mahasiswa yang berani melawan tekanan sosial patut diberi penghargaan Lingkungan kampus yang inklusif dan suportif membantu orang-orang ini merasa diterima tanpa mengikuti tren yang tidak sejalan dengan nilai-nilai mereka.
Dengan menggabungkan pendidikan, dukungan masyarakat, dan promosi gaya hidup sehat, mahasiswa diberdayakan untuk membuat keputusan yang lebih cerdas dan bertanggung jawab.
Sebagai civitas akademika kampus, sudah saatnya kita membantu generasi muda memilih masa depan yang lebih menjanjikan dan bebas dari bahaya yang tersembunyi.
Setelah memahami fenomena vaping di kalangan mahasiswa, mulai dari daya tariknya sebagai tren hingga bahaya yang tersembunyi, menjadi jelas bahwa kesadaran akan risiko dan konsekuensinya sangatlah penting.
Sebagai generasi penerus yang memegang kendali masa depan mereka, mahasiswa perlu mengevaluasi setiap keputusan gaya hidup yang mereka hadapi dengan wawasan yang lebih luas.
Rokok elektrik dianggap sebagai simbol modernitas dan kebebasan, namun juga memiliki efek jangka panjang yang tidak dapat diabaikan.
Kecanduan nikotin, ancaman kesehatan, tekanan sosial, dan bahkan beban finansial merupakan harga mahal yang harus dibayar untuk tren sementara ini.
Melalui pendidikan, dukungan masyarakat, dan keberanian melawan tekanan masyarakat, mahasiswa dapat memilih jalan yang lebih sehat dan bertanggung jawab.
Pesan ini tidak hanya tentang melindungi kesehatan fisik Anda, tetapi juga tentang menjaga kesehatan mental dan keseimbangan hidup Anda di masa depan.
Pada akhirnya, pilihan ada di tangan masing-masing individu. Tren datang dan pergi, namun keputusan yang diambil hari ini akan menentukan kualitas hidup Anda di masa depan.
Buatlah pilihan gaya hidup yang tidak hanya keren bagi orang lain, tapi juga bermanfaat bagi diri sendiri dan generasi mendatang.
Sudah saatnya mahasiswa berdiri teguh, mengungkapkan kesadarannya, dan menjadi agen perubahan positif di lingkungan sekitarnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.