Kolom

Belajar Fiqh ke Kyai Ali Yafie

Kalau Buya Hamka lebih berorientasi ke tafsir Al-Qur'an sedangkan Kyai Ali Yafie lebih mendalami usul fiqh dan fiqh, khususnya fiqh sosial.

Editor: Nurhadi Hasbi
ist/Tribun-Sulbar.com
KH Ali Yafie, ulama kelahiran Sulawesi Selatan, mantan Ketua MUI Pusat dan Rais Aam PBNU 

Oleh : Ilham Sopu

"Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan bagus amalnya"

Dalam konsepsi agama, setidaknya ada tiga hal yang dapat melanggengkan amal saleh seseorang, yaitu punya kontribusi shadaqah yang bersifat perennial, punya kontribusi keilmuan, dan punya kontribusi kaderisasi yang bermanfaat.

Ketiga hal ini akan membuat seseorang yang meninggalkan dunia yang fana ini, akan terus mendapatkan nilai-nilai amal yang telah diperbuatnya selama dia hidup di dunia.

Al-Qur'an dari awal sudah memberikan konstatasi kepada umat manusia untuk memanfaatkan momentum membaca sebagai bagian dari media untuk menterjemahkan kehendak Tuhan, untuk dijalankan umat manusia.

Keberadaan ulama sebagai "warasatul ambiya", atau pelanjut dari misi kenabian, punya peran yang sangat strategis, seorang ulama sebagai media pendistribusian keilmuan dan juga punya kader-kader yang akan meneruskan tali estafet keilmuannya.

Disamping mewariskan keilmuan, seorang ulama juga punya kapasitas akhlak yang mumpuni, keilmuan dan akhlaq adalah dua hal yang harus dimiliki seorang ulama, karena kedua term adalah warisan dari Nabi, keilmuan itu menjadi misi dari seluruh Nabi, ajaran Islam sangat menekankan aspek keilmuan di awal munculnya yang diproklamasikan oleh Nabi Muhammad SAW.

Ajaran itu pertama kali diterima di gua hira dengan perintah untuk membaca, dan membaca ini adalah sebagai simbol keilmuan.

Dalam konteks keindonesiaan banyak Ulama, yang punya kapasitas keilmuan yang mumpuni dan punya akhlak yang mulia.

Ada beberapa ulama yang punya kontribusi besar dalam pengembangan karya-karya intelektual di Indonesia.

Diantaranya adalah Buya Hamka dan Ali Yafie, kedua ulama ini, punya banyak kesamaan, diantaranya keduanya mendalami kegiatan intelektual secara otodidak, tidak melalui perguruan tinggi, kedua ulama ini sangat produktif dalam berkarya.

Kalau Buya Hamka lebih berorientasi ke tafsir Al-Qur'an sedangkan Kyai Ali Yafie lebih mendalami usul fiqh dan fiqh, khususnya fiqh sosial.

Keduanya juga pernah menjabat sebagai ketua umum MUI pusat.

Dalam pandangan Kyai Ulil Abshar Abdalla, salah seorang cendekiawan NU, Kyai Ali Yafie dikenal sangat kuat dalam membaca, Dia tidak pernah lelah dalam membaca buku ,apakah buku-buku yang berbahasa Indonesia, lebih-lebih kitab-kitab yang berbahasa Arab.

Penguasaannya terhadap kitab-kitab fiqh sangat mendalam, karena memang dilahirkan dalam keluarga Kyai kampung yang sangat familier dengan kitab-kitab klasik.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved