Piala Dunia 2022

Simfoni Pamungkas Sang Maestro

Argentina dan Prancis menyadari bahwa kegembiraan mereka dilukis di atas kanvas kekecewaan dan kepedihan Kroasia, Maroko beserta para fansnya.

Editor: Ilham Mulyawan
ist
Willy Kumurur 

 

oleh: Willy Kumurur
penikmat bola

TRIBUN-SULBAR.COM - Tatkala dua tim dipanggil dan diperkenankan oleh sang takdir, harapan dan kebahagiaan mengiringi langkah-langkah mereka menyusuri jalan menuju final, meninggalkan tiga puluh tim lainnya yang telah berguguran.

Argentina dan Prancis menyadari bahwa kegembiraan mereka dilukis di atas kanvas kekecewaan dan kepedihan Kroasia, Maroko beserta para fansnya.

La Albiceleste menggapai puncak melintasi genangan air mata Luca Modric, dan kaki-kaki pemain Les Bleus melangkah ke final dibasuh oleh linangan air mata Achraf Hakimi.

Maka benarlah adagium bahwa sepakbola tak hanya mempresentasikan sukacita, sepakbola juga menghadirkan duka nestapa.

Setelah kegagalan di final Piala Dunia 2014, di panggung internasional bersama Argentina, Messi tampil mengecewakan. Dia bahkan pensiun dari tim nasional setelah kekalahan di Copa America 2016, dan kembali bermain hanya untuk mengalami hal yang lebih buruk di Piala Dunia 2018.

Beberapa tahun terakhir ini adalah tahun-tahun kariernya yang suram di klub. Perpisahannya yang penuh linangan air mata dengan Barcelona yang sedang dilanda krisis finansial, dan kepindahannya ke Paris Saint-Germain (PSG) yang membuatnya kurang bahagia, adalah nuansa-nuansa hidup yang ia lakoni.

Lalu, ia melanjutkan perjalanan kariernya di Qatar. Empat minggu lalu, Argentina berada di puncak bencana Piala Dunia setelah dipermalukan Arab Saudi.

Dan saat melawan Meksiko, sudah satu jam belum ada gol.

Tapi setelah itu Messi tampil ke permukaan dan membuat perbedaan. Berturut-turut ia memperlihatkan sihirnya ketika berhadapan dengan Polandia, Australia, Belanda dan Kroasia.

Dan ketika ia berada di babak final yang menentukan, hanya ada dua kemungkinan: Stadion Lusail Iconic adalah kancah pertunjukan akhir yang membahagiakan, atau suatu tempat yang menjadi lembah air mata baginya.

Di antara dua kemungkinan itulah muncul filsuf eksistensialisme Prancis, Jean-Paul Sartre, dengan perkataannya yang menyengat, “Dalam sepak bola, semuanya menjadi rumit dengan kehadiran tim lawan."

Lawan Messi dan Argentina adalah sebelas pemain Prancis yang mengadang di depan untuk memblokir dan memperebutkan bola, di antaranya rekan klubnya di PSG, Kylian Mbappe.

Karena itulah, naskah permainan Argentina akan berbeda karena berisi narasi yang bertentangan dengan kehendak hati.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved