Berita Sulbar
Balai Akan Libatkan Tukang Non-Lokal, DPN Sulbar: Jangan Tutup Ruang Pekerja Lokal!
Dia tak menampik, menjadi persoalan memang soal sertifikasi pertukangan. Akan tetapi kata Iswar, itu bukan persoalan subtansi.
Penulis: Habluddin Hambali | Editor: Ilham Mulyawan
Laporan wartawan TRIBUN-SULBAR.COM, Habluddin
TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Pembangunan kantor baru Gubernur Sulbar akan dimulai pada 1 September besok, dengan anggaran Rp103 miliar.
Dalam pembangunannya, Pemprov Sulbar melibatkan PT Brantas Abipraya.
Informasi dihimpun, pembangunan ini juga akakn melibatkan banyak pekerja dari luar Sulbar.
Kasi Pelaksana Wilayah II Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Sulbar Ibrahim Nabawi mengatakan, pekerja pembangunan kantor Gubernur Sulbar nantinya akan menggunakan mayotitas tenaga pekerja non-lokal, alias bukan dari Sulbar.
"Nanti hanya 25 persen mungkin pekerja lokal selebihnya kita akan pakai pekerja non-lokal," ujar Ibrahim, Selasa (30/8/2022) lalu.
"Informasi kami dengar (pekerja lokal) lebih tinggi (minta) upah, sementara kualitas (SDM) rendah. Tapi kita berusaha mendorong bagaimana memberdayakan tukang lokal," kata Ibrahim.
Menanggapi komentar Ibrahim, Ketua Dewan Pertukangan Nasional (DPN) Perkasa Sulbar, Muhammad Iswar mempertanyakan serapan pekerja 25 persen di pembangunan kantor Gubernur Sulbar.
"Saya anggap itu keliru, hampir tiap hari kami berhadapan langsung dan sosialisasi dengan pekerja di Sulbar," kata Iswar, saat dihubungi.
Dia tak menampik, menjadi persoalan memang soal sertifikasi pertukangan.
Akan tetapi kata Iswar, itu bukan persoalan subtansi.
"Kalau soal mencampur semen hingga pasang batu. Saya pikir tidak harus pakai tukang dari luar," ungkap Iswar.
Dia juga mempertanyakan serapan pekerja lokal yang hanya diserap 25 persen.
"Datanya dari mana," tanya Iswar.
Apalagi, selama ini pembangunan infrastruktur, yang sumber dananya dari APBD kabupaten dan provinsi dikerjakan pekerja lokal.
"Tidak ada orang lain, nanti ada alasan upah tinggi dan SDM rendah kalau kontraktor luar. Jadi saya pikir mereka ngawur," tegas Iswar.
Seharusnya, rapat dengar pendapat dilaksanakan, dan menghadirkan asosiasi membawahi pekerja lokal.
"Jangan menutup ruang soal pekerjaan yang seharusnya dilibatkan pekerja lokal," pintanya.