Sandeq Race
Bahaya Mengancam Jika Pemprov Ngotot Gelar Sandeq Race Rute Mamuju Kaltim
Analisis bahaya Sandeq Race jika digelar dengan rute Mamuju Kaltim diungkapkan Muhammad Ridwan.
Penulis: Habluddin Hambali | Editor: Munawwarah Ahmad
TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Pemerhati Sandeq Race Ridwan Alimuddin mengatakan Pemprov Sulbar harus pikirkan matang-matang rencana lomba Sandeq Race rute Mamuju-Kaltim (IKN).
Namun, dirinya apresiasi rencana Pemprov Sulbar melayarkan sandeq kembali ke Kalimantan Timur.
"Tapi, rencana melayarkan sandeq dalam even Sandeq Race harus dipikir matang-matang. Bukan apa, jarak ke sana dari Polman melalui Mamuju, sekira 500 km," kata Ridwan, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (23/6/2022).
Penulis buku Sandeq Race tersebut menceritakan bagaimana orang Mandar dulu berlayar hingga ke Kaltim.
Baik itu, menggunakan perahu sandeq, pakur, pinis, lete, dan lain-lain.
"Tadisi pelayaran dengan perahu itu berhenti di tahun awal tahun 90-an. Perahu layar digantikan perahu bermotor, belakangan kapal feri. Dulu orang Mandar ke sana membawa hasil bumi seperti pisang, kambing, gula merah, hingga pasir," ungkap Ridwan.
Sehingga, jika ada pelayaran ke sana, itu semacam nostalgia dan semacam penegasan bahwa sejak dulu ada jaringan ekonomi antara Mandar dengan Kaltim.
Sementara itu, lanjut Ridwan jarak tempuhnya bisa sampai 10 hari.
"Jadi, Sandeq Race-nya harus dimodifikasi. Yakni tidak melombakan di semua rute dengan pertimbangan jarak satu sama lain yang cukup berjauhan, khususnya dari Mamuju ke Pulau Ambo, Bala-balakang. Berlomba di Kepulauan Bala-balakang pun berbahaya sebab banyak gusung dan karang di sana yang bagi sebagian besar pelayar di Pulau Sulawesi jarang melaluinya. Kecuali nelayan-nelayan dari Rangas Majene dan Sumareq Mamuju," bebernya.
Selain itu, faktor yang paling mempengaruhi adalah kesiapan perahu sandeq. Sandeq Race terakhir 2019.
Dua kali tidak ada Sandeq Race dan tidak ada kepastian lomba di masa mendatang membuat beberapa bagian sandeq dibiarkan rusak.
"Sering saya lihat bagian-bagian perahu seperti tiang layar dan palatto yang lapuk. Ini kan waktu tinggal 1 bulan, mepet sekali persiapan. Pertama, pemilik perahu harus merekrut pelaut yang mau ikut," ujarnya.
Ditambah lagi, para nelayan sekarang fokus berburu telur ikan terbang, harganya cukup tinggi, lebih 700 ribu per kilo gram.
Lalu, ketika ada pelaut yang bisa direkrut untuk menyiapkan perahu, perahu harus segera diperbaiki.
"Nah bagian-bagian yang lapuk seperti saya sebutkan di atas susah diperoleh. Bambu pattung harus didatangkan dari Toraja atau Mamasa. Itu sekedar gambaran. Hal lain adalah apa yang didapatkan oleh pelaut jika ikut dan juara betul-betul sebanding dengan perjuangan, dalam hal ini hadiah," ucapnya.