Penyiaran Sebagai Kontrol Sosial
Olehnya itu lembaga penyiaran bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya kepribadian, dan kesatuan bangsa.
Oleh : Firdaus Abdullah
Dewan Pembina Forum Masyarakat Peduli Media (FMPM) Sulawesi Barat
DEMONSTRASI mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya digelar serentak disejumlah daerah di Indonesia tanggal 11 April 2022 lalu memprotes wacana 3 periode atau penundaan pemilu 2024, kenaikan harga BBM, PPN, hingga kelangkaan minyak goreng sentak menarik perhatian seluruh khalayak masyarakat.
Sebab dari selain pemberitaan aksi besar-besaran dari mahasiswa, ada juga pemberita kekerasan yang dialami oleh Ade Armando aktivis media sosial.
Pasca aksi demonstrasi justru aksi kekerasan Ade Armando lebih mendapatkan tempat di banyak pemberitaan media.
Media penyiaran telah menghilangkan subtansi tuntutan demomtrasi yang dilakukan mahasiswa.
Tentu perubahan framing ini dapat mempengaruhi psikologi publik terutama mahasiswa.
Sejatinya program jurnalistik yang menayangkan aksi demontrasi mahasiswa (11/4) ketika tayang dilayar televisi maka hal itu telah memasuki ruang sosial yang begitu luas karna dapat ditonton oleh elemen masyarakat, apalagi ditayangkan di jam-jam produktif yang masuk klasifikasi tontonan Semua Umur (SU).
Terlebih jika tayangan tersebut ditayangkan di jam-jam di mana keluarga sedang berkumpul bersama untuk menonton televisi.
Dikhawatirkan jika konten atau informasi yang disampaikan tidak mendidik, terkesan provokasi, maupun yang mengandung ujaran kebencian maka akan mudah mempengaruhi pandangan khalayak yang menonton.
Olehnya pihak media penyiaran harus mempertimbangkan dampak yang diterima oleh khalayak atas program siarannya. Jangan sampai informasi yang disampaikan oleh media penyiaran justru akan menjadi problem tersendiri bagi masyarakat dalam hal ini psikologi maupun opini masyarakat.
Di tengah dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, media penyiaran memiliki posisi yang sangat tepat untuk dapat menjaga ketentraman dan kenyamanan masyarakat.
Salah satu upayanya dengan cara menyiarkan program siaran yang mengedepankan aspek persatuan dan kesatuan bangsa melalui program jurnalismenya.
Tentu lembaga penyiaran diharapkan dapat ikut mendukung upaya menjaga kondusifitas nasional terkait kebijakan pemerintah serta situasi jelang tahun politik 2024, dalam bentuk edukasi hingga pendidikan politik bagi masyarakat.
Selain itu media penyiaran diharapkan dapat menyampaikan informasi secara berimbang serta mengedepankan kepentingan bangsa dalam setiap program jurnalis atau setiap pemberitaannya
Sebab siaran yang disiarkan dan diterima secara bersamaan dan bebas memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan sikap serta perilaku khalayak atas konten siaran yang disajikan layar telelvisi.
Olehnya itu lembaga penyiaran bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya kepribadian, dan kesatuan bangsa.
Sebagaimana penyiaran nasional ditujukan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak, dan jati diri bangsa serta memajukan kesejahteraan umum dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, dan sejahtera.
Sementara di tengah masyarakat yang multikultur, penyiaran harus dapat menjalankan peran sebagai cermin budaya (cultural mirroring) yang sanggup merefleksikan dan merepresentasikan kehidupan sosial budaya masyarakat kita, mereproduksi kehidupan kebangsaan yang nyaman dan tentram melalui konten dan praktek bermedia, sehingga dapat menjadi ajuan dan pola tindakan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyiaran harus bisa bertindak sebagai mediator terhadap kepentingan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Selain itu, penyiaran mesti sanggup menjadi perekat (correlation) dengan menyediakan informasi yang sehat dan mendidik bagi masyarakat dalam kerangka mewujudkan kehidupan masyarakat nyaman dan tentram tanpa siaran yang tidak sehat.
Dalam konteks inilah, penyiaran harus dapat berdiri atas semua kelompok kepentingan, baik kelompok politik maupun kelompok sosial budaya dalam suatu masyarakat multikultural dan penyiaran tidak boleh menjadi bagian dari kelompok tersebut.
Penyiaran harus menjadi media kontrol sosial. Oleh karena itu, peran media penyiaran sebagai kontrol sosial sangat penting, mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) penyiaran yang profesional dan mandiri, meningkatkan peran penyiaran di daerah dalam mewujudkan program siaran yang berkualitas, mencerdaskan, dan mempererat persatuan dan kesatuan di dalam masyarakat, serta mengedukasi masyarakat agar cerdas dalam memilih program siaran.
Selain memerankan fungsi kontrol sosial, media penyiaran juga memiliki peran yang signifikan dalm hal literasi ke masyarakat.
Secara khusus, media dapat menjadi saluran penyebaran informasi publik, partisipasi masyarakat, opini publik, hak-hak sipil dan pembentukan nilai-nilai demokrasi. Selain itu penyiaran juga memainkan peran penting dalam menjembatangi perbedaan.
Dengan media penyiaran, informasi yang disampaikan kepada masyarakat melalui konten yang mencerahkan dan mendidik, serta memberikan informasi yang akurat, edukatif, dan inspiratif.
Sesungguhnya peran penyiaran dalam kehidupan sosial, terutama di era saat ini di kehidupan berbangsa dan bernegara yang dinamis sangatlah besar.
Beberapa perspektif yang dapat meningkatkan peran media penyiaran berfungsi bagi kehidupan masyarakat dalam mempererat persatuan dan kesatuan bangsa terutama dalam masyarakat modern (McQuail dalam bukunya Mass Communication Theories : 2000:66), antra lain : pertama; media penyiaran sebagai window on event and experience.
Media penyiaran dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak untuk melihat apa yang sedang terjadi di luar sana.
Hal ini menegaskan bahwa penyiaran harus dapat memberikan pendidikan dan informasi yang positif kepada masyarakat tentang perkembangan teknologi serta dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara secara objektif tanpa terkesan berpihak.
Kedua, media penyiaran juga sering dianggap sebagai mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection.
Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya.
Makanya, kadang para pengelola media sering merasa tidak bersalah jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pronografi, dan berbagai konten buruk lainnya.
Karena memang menurut mereka itulah faktanya. Ketiga; memandang media penyiaran sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi atau tidak.
Artinya media kadang senantiasa memilih isu, informasi ataupun bentuk content yang lain berdasar standar pengelola media.
Di sinilah kadang kala pemilihan isu atau konten siaran kadangkala tidak sesuai dengan harapan publik, karena kebanyakan media penyiaran lebih banyak mementingkan kepentingan bisnis ketimbangkan kepentingan masyarakat.(*)