Pemuda Penggerak Desa Palipi Soreang Majene, Merawat Budaya sebagai Pondasi Kemajuan Desa

Bulan lalu, 26 Juni 2021, Harun mewakili Sulbar dalam Lokakarya Desa Budaya oleh Kementerian Kebudayaan di Jakarta.

Penulis: Nasiha | Editor: Hasrul Rusdi
Tribun-Sulbar.com/Misbah Sabaruddin
Harun DH (25) pemuda asal Desa Palipi Soreang, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar). 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAJENE - Harun DH (25) pemuda asal Desa Palipi Soreang, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar), satu diantara banyak pemuda yang aktif membangun desa.

Kecintaannya merawat budaya motivasinya membangun desa melalui kegiatan budaya.

Sejak kecil, pemuda kelahiran Februari 1996 ini sudah aktif di berbagai kegiatan budaya.

Salah satunya Parrawana (rebana).

Ia juga merupakan pendiri Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sanggar Seni PAPPOTA di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhary, Mamuju, Sulbar.

Selain itu, anak kedua dari delapan bersaudara ini juga pendiri sanggar seni Anak Pesisir Desa Palipi Soreang.

Orangtuanya, Daud Haris (almarhum) dan ibunya Sumarni.

Harun alumni S1 Pendidikan Agama Islam STAI Al-Azhary.

Bulan lalu, 26 Juni 2021, ia mewakili Sulbar dalam Lokakarya Desa Budaya oleh Kementerian Kebudayaan di Jakarta.

Harun didaulat sebagai pendamping kebudayaan skala desa.

"Jadi ceritanya ini penggiat kebudayaan di skala desa mendampingi masyarakat dalam hal mengidentifikasi kegiatan-kegiatan bentuk OPK (obyek pemajuan kebudayaan) di skala desa," jelas Harun kepada Tribun-Sulbar, Sabtu (24/7/2021).

Ada beberapa tahapan yang dilakukan.

Baca juga: VIDEO: 6 Bulan Pascagempa Sulbar, Aminullah dan Keluarga Masih Tinggal di Tenda Darurat

Baca juga: Keluarga Menolak Otopsi Jenazah Korban Tenggelam di Pantai Pambusuang Polewali Mandar

Harun DH (25) pemuda asal Desa Palipi Soreang, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar).
Harun DH (25) pemuda asal Desa Palipi Soreang, Kecamatan Banggae, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar). (Tribun-Sulbar.com/Misbah Sabaruddin)

Pertama, identifikasi OPK sebagai bahan peta partisipasi masyarakat.

"Kalau sudah dapat kegiatan OPK itu dicatat dibuatkan narasi, foto, video, dimasukkan dalam websitenya desa budaya," lanjutnya.

Kedua, tahapan pengembangan kebudayaan desa.

Halaman
12
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved