TRIBUN-SULBAR.COM- Kasus dugaan korupsi kouta haji tahun 2024 kini bergulir di Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK).
Kini kasus tersebut dalam proses penyelidikan oleh KPK.
Melansir Tribunnews.com, setidaknya ada lima laporan ke KPK soal dugaan kasus rausah itu.
Catatan Tribunnews.com, kasus ini dilaporkan sejak rentang Juli-Agustus 2024 tahun lalu.
Dari lima laporan, KPK baru usut laporan dari Front Pemuda Anti Korupsi (FPAK).
Baca juga: Pentingnya Pembelajaran Sosial Emosional: Mengapa Guru Wajib Menguasainya di Sekolah?
"Ya benar," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Kamis (16/6/2025).
Asep menuturkan hingga kini, kasus kuota haji 2024 masih dalam tahap penyelidikan.
"Kayaknya masih lidik (penyelidikan)," jelasnya.
Diduga Ada Kuota Jemaah Haji Tak Sesuai
Dirangkum Tribunnews.com, kasus dugaan korupsi ini bermula ketika tidak singkronnya kuota haji sudah disepakati pada rapat Panja Haji terkait Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan saat rapat dengar pendapat (RDP) Komisi VIII DPR bersama Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Berdasarkan rapat BPIH bersama Menteri Agama (Menag) saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, pada 27 November 2023, kuota haji Indonesia tahun 2024 berjumlah 241.000 jemaah.
Adapun rinciannya adalah 221.720 jemaah haji reguler dan 19.280 jemaah haji khusus.
Namun, saat RDP dengan Komisi VII DPR pada 20 Mei 2024, ternyata ada pengurangan kuota jemaah haji reguler untuk jemaah haji khusus.
Dalam rapat tersebut, Kementerian Agama (Kemenag) mengalihkan 8.400 kuota haji reguler untuk jemaah haji khusus.
Namun, keputusan tersebut dilakukan tanpa persetujuan.
Berujung Dibentuk Pansus Hak Angket Haji
Buntut dari temuan ini, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP saa itu, Selly Andriani Gantina, mengusulkan dibentuknya panitia khusus (pansus) hak angket pengawasan haji tahun 2024.
Usulan dari Selly inipun akhirnya disahkan DPR dalam sidang paripurna yang digelar pada 9 Juli 2024.
Dalam sidang tersebut, Selly menegaskan hak angket itu diusulkannya lantaran adanya penyimpangan terkait pembagian kuota haji tambahan yang telah disepakati sebelumnya.
Dia mengungkapkan hal tersebut tidak sesuai Pasal 64 ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang mengatur kuota haji khusus ditetapkan sebanyak delapan persen dari kuota haji Indonesia.
"Semua permasalahan ini adalah fakta bahwa belum maksimal pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama melayani warga negara atau jemaah haji Indonesia di Tanah Suci."
"Ini juga tidak sesuai dengan komitmen untuk memperpendek waktu tunggu jemaah haji," katanya dalam sidang paripurna tersebut.
Tak cuma itu, Selly juga menilai layanan Armuzna atau ibadah di Arafah, Muzdalifah, dan Mina, ketika itu dianggapnya tidak ada perubahan.
Pasalnya, kapasitas jemaah haji masih terjadi kelebihan meski biaya yang diserahkan sudah ditambah seperti untuk pemondokan, katering, dan transportasi.
Sementara, dalam sidang paripurna tersebut, Wakil Ketua DPR saat itu, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, mengesahkan pansus hak angket haji yang beranggotakan 27 orang.
Adapun komposisinya adalah tujuh orang dari PDIP, empat orang dari Golkar, empat orang dari Gerindra, tiga orang dari PKB."
Baca juga: Kejari Majene Didesak Tahan Tersangka Korupsi Kapal Rp 2,1 M, KAMRI: Jangan Ada Perlakuan Istimewa!
Lalu, sisanya adalah tiga orang dari Partai Demokrat, tiga orang dari PKS, dua orang dari PAN, dan satu orang dari PPP.
Yaqut Dilaporkan ke KPK soal Dugaan Korupsi Haji
Setelah pansus terbentuk, pada akhir Juli 2024, Yaqut dan wakilnya saat itu, Saiful Rahmat Dasuki, dilaporkan ke KPK oleh Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU).
Organisasi tersebut menilai Yaqut dan Saiful telah menyalahgunakan wewenang soal pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus secara sepihak.
Mereka juga dianggap telah melanggar UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
"Karena ada dugaan seorang Menteri yang melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang serta mengangkangi aturan dengan menetapkan kebijakan kuota haji tanpa berkonsultasi dengan DPR," kata Ketua Gambu, Arya.
Tak cuma sekali, Yaqut dan Saiful dilaporkan kembali sebanyak empat kali berturut-turut ke KPK.
Adapun laporan kedua dilakukan oleh Front Pemuda Anti Korupsi pada 1 Agustus 2024.
Lalu, ada laporan perseorangan dari mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Jayakarta sehari kemudian.
Kemudian, pada 5 Agustus 2024, KPK kembali menerima laporan terkait kasus yang sama dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda untuk Keadilan Rakyat (AMALAN Rakyat).
Yang terakhir adalah laporan dari Jaringan Perempuan Indonesia (JPI) pada 6 Agustus 2024.
Terkait pelaporan ini, Yaqut tidak berbicara banyak. Dia hanya mengatakan untuk menghormati acara kepartaian yang saat itu baru dihadirinya.
Sebagai informasi, saat dicecar awak media terkait laporan ke KPK, Yaqut tengah menghadiri acara Gerakan Kristiani Indonesia Raya (Gekira) Partai Gerindra pada 3 Agustus 2024 di Jakarta.
"Ini kita hormati acara partai dong. Kita hormati acara Gekira. Nanti kita cari kesempatan lain saja, ya," ujarnya.(*)