TRIBUN-SULBAR.COM, MAJENE – Warga di Lingkungan Tanjung Batu Timur, Kelurahan Labuang, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, digemparkan oleh penemuan seorang bayi laki-laki yang ditinggalkan di depan rumah warga, sekitar pukul 23.00 WITA, Kamis (15/5/2025) malam.
Bayi mungil tersebut ditemukan dalam sebuah kardus berukuran sekitar 40 x 24 cm, lengkap dengan pakaian dan selimut.
Bersama bayi itu, ditemukan pula sepucuk surat menyentuh hati yang diduga ditulis oleh orang tuanya.
Baca juga: Haru, Ini Isi Surat Orangtua yang Buang Bayi di depan Rumah Warga Majene
Dalam surat itu tertulis nama bayi: "Muh Ghaffar Rafiq", disertai permohonan maaf dalam bahasa Mandar:
"Minta maaf sebelumnya tori Puang, Indanga tori mampu. Ekonomi marrawati, minta tolonga tori piarangana anak u."
(Maafkan saya Tuhan, saya kasihan tidak mampu. Ekonomi sangat sulit. Tolong rawat anakku.)
Hal yang paling menarik perhatian dalam kasus ini adalah pengakuan dari Tamrin, saksi mata sekaligus pemilik rumah tempat bayi ditemukan.
Ia mengaku heran karena tidak ada satu pun warga melihat orang yang meletakkan bayi tersebut.
“Saya sendiri bingung. Rumah saya berada di tengah perumahan padat, di sampingnya ada kos-kosan, dan tiap malam anak-anak sering nongkrong. Tapi malam itu, tak ada satu pun yang melihat siapa yang datang menaruh bayi,” ujar Tamrin kepada Tribun-Sulbar.com saat ditemui di rumahnya, Jumat (16/5/2025).
Tamrin menjelaskan, bayi ditemukan dalam kondisi tenang, tidak menangis, dan tampak sehat.
“Masih pakai baju lengkap dan dibungkus selimut bayi. Sepertinya ditaruh dengan niat agar tetap nyaman. Dia tidak menangis saat ditemukan, baru ketika warga mulai ramai, dia menangis,” tambahnya.
Tamrin mengatakan dirinya mengetahui keberadaan kardus saat hendak keluar rumah dan langsung melapor ke pihak kepolisian serta warga sekitar.
Ia sangat menyayangkan karena tidak ada CCTV di sekitar lokasi.
"Andai ada CCTV pasti ketahuan. Tapi ini benar-benar tidak ada CCTV di area sini," ungkapnya.
Tamrin menduga pelaku berasal dari lingkungan sekitar karena surat yang ditinggalkan menggunakan bahasa Mandar.
“Kalau saya prediksi, pelakunya orang lokal. Bahasa suratnya jelas bahasa Mandar. Mungkin karena kondisi ekonomi, mereka terpaksa melakukan ini,” kata Tamrin.