Opini

Kerugian Negara Rp 1 Kuadriliun, Perlukah Memperluas Asas Tanggung Jawab Negara?

Editor: Ilham Mulyawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Muhammad Mutawalli Mukhlis Dosen Ilmu Hukum STAIN Majene

Oleh:
Dr. Muhammad Mutawalli Mukhlis, S.H., M.H 
(Dosen Ilmu Hukum STAIN Majene)

TRIBUN-SULBAR.COM - Kasus dugaan kerugian negara sebesar Rp 1 kuadriliun yang mencuat ke publik menjadi pukulan keras bagi integritas tata kelola pemerintahan dan sistem keuangan negara. 

Angka yang fantastis ini tidak hanya mencerminkan kebocoran keuangan yang luar biasa, tetapi juga memperlihatkan adanya kelemahan dalam pengawasan serta efektivitas kebijakan anti-korupsi.

Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mendasar: bagaimana langkah konkret yang harus diambil oleh pemerintah untuk mengatasi kerugian negara sebesar itu? 

Apakah sistem hukum dan regulasi yang ada sudah cukup untuk menangani dampak dari kasus seperti ini? 

Selain itu, muncul wacana tentang perlunya perluasan asas tanggung jawab negara dalam menangani persoalan ini secara lebih komprehensif.

1. Gambaran Besarnya Kerugian

Kerugian negara sebesar Rp 1 kuadriliun adalah angka yang sulit untuk dibayangkan dalam konteks ekonomi nasional. 

Sebagai gambaran, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tahun 2024 diproyeksikan sekitar Rp 3.325 triliun. 

Itu berarti kerugian negara ini setara dengan hampir 30 persen dari total APBN, suatu jumlah yang dapat berdampak sangat besar terhadap keuangan negara dan pembangunan nasional.

Jika dibandingkan dengan sektor-sektor krusial, uang sebesar itu dapat digunakan untuk:

a. Membangun infrastruktur jalan, jembatan, dan transportasi umum di seluruh Indonesia.

b. Meningkatkan kesejahteraan tenaga pengajar dengan kenaikan gaji guru dan dosen.

c. Memberikan bantuan sosial yang lebih besar bagi masyarakat kurang mampu.

d. Menyediakan fasilitas kesehatan gratis bagi jutaan rakyat Indonesia.

2. Faktor Penyebab Terjadinya Kerugian Negara

Kasus ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan keuangan negara, yang bisa terjadi karena beberapa faktor utama:

a. Korupsi Sistemik, yaitu Korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, menjadi salah satu penyebab utama kebocoran keuangan negara. 

Adanya kolusi antara pemerintah dan pihak swasta yang mengarah pada praktik suap dan gratifikasi.

b. Inefisiensi dan Salah Kelola Keuangan: Banyak proyek pemerintah yang mangkrak atau tidak efektif karena perencanaan yang buruk serta salah kelola dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang sering mengalami pemborosan anggaran akibat rendahnya transparansi.

c. Penghindaran Pajak dan Penyalahgunaan Insentif Fiskal: Banyak perusahaan besar yang menghindari pajak dengan menggunakan celah hukum yang ada. Penyalahgunaan insentif pajak yang seharusnya diberikan untuk meningkatkan investasi, tetapi justru merugikan negara.

d. Pengawasan yang Lemah: Kelemahan dalam sistem audit keuangan negara yang tidak mampu mendeteksi secara dini adanya indikasi korupsi atau penyimpangan anggaran. Kurangnya independensi lembaga pengawas sehingga banyak kasus yang tidak tersentuh hukum.

3. Langkah-Langkah Pemerintah dalam Mengatasi Kerugian Negara

a. Penegakan Hukum yang Tegas dan Transparan. 
Pemerintah perlu menegakkan hukum dengan lebih tegas terhadap para pelaku korupsi dan penyimpangan keuangan negara. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:

1) Meningkatkan koordinasi antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu.

2) Mempercepat proses hukum dengan tetap menjunjung tinggi asas keadilan dan transparansi.

3) Memberikan hukuman yang lebih berat bagi pelaku korupsi skala besar agar menimbulkan efek jera.

b. Reformasi Birokrasi dan Pengawasan Keuangan

Untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan, reformasi birokrasi harus dilakukan secara menyeluruh:

1) Digitalisasi pengelolaan keuangan negara untuk memastikan transaksi keuangan dapat dipantau secara real-time.

2) Penguatan peran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk lebih aktif dalam mengaudit keuangan negara.

3) Menerapkan sistem reward and punishment bagi pejabat negara, di mana mereka yang terbukti bersih dan berprestasi diberikan insentif, sedangkan yang terbukti menyalahgunakan wewenang diberikan sanksi berat.

c. Meningkatkan Peran Masyarakat dalam Pengawasan

Masyarakat perlu diberi akses yang lebih luas untuk mengawasi penggunaan anggaran negara melalui:

1) Peningkatan transparansi anggaran, di mana setiap proyek pemerintah dapat dipantau secara daring.

2) Penguatan peran whistleblower, dengan memberikan perlindungan kepada orang-orang yang melaporkan adanya penyimpangan keuangan.

3) Edukasi dan literasi keuangan kepada masyarakat, agar mereka dapat memahami bagaimana anggaran negara dikelola dan diawasi.

4. Perlukah Memperluas Asas Tanggung Jawab Negara?

a. Konsep Asas Tanggung Jawab Negara

Asas tanggung jawab negara mengacu pada kewajiban pemerintah untuk melindungi hak-hak warga negara dan memastikan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan. 

Saat ini, konsep ini lebih banyak digunakan dalam konteks hak asasi manusia dan kesejahteraan sosial. 

Namun, dalam kasus seperti ini, ada urgensi untuk memperluas cakupan asas ini ke dalam aspek ekonomi dan pengelolaan keuangan negara.

Di Indonesia, konsep tanggung jawab negara atas kerugian negara telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya:

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola dengan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

b. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang memberikan kewenangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit penggunaan keuangan negara.

c. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur sanksi bagi pejabat publik yang menyalahgunakan keuangan negara.

Dengan dasar hukum ini, negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa setiap rupiah yang berasal dari pajak rakyat digunakan dengan benar dan tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu.

b. Mengapa Perlu Memperluas Asas Tanggung Jawab Negara?

Ada beberapa alasan mengapa asas tanggung jawab negara perlu diperluas:

1) Negara Harus Bertanggung Jawab atas Kerugian yang Ditimbulkan oleh Pejabat Publik. 

Jika seorang pejabat negara melakukan korupsi dan menyebabkan kerugian besar, maka negara harus memastikan adanya kompensasi bagi masyarakat yang dirugikan.

2) Negara Wajib Menjamin Pengembalian Uang Negara. Pemerintah harus aktif dalam menelusuri aset yang telah dicuri dan memastikan pengembalian dana tersebut untuk kepentingan rakyat.

3) Perlindungan terhadap Korban Korupsi. Warga negara yang terdampak akibat kebocoran anggaran harus mendapatkan perlindungan, baik dalam bentuk kompensasi maupun peningkatan layanan publik.

c. Implementasi Asas Tanggung Jawab Negara dalam Konteks Kerugian Negara
Untuk menerapkan konsep ini secara efektif, pemerintah bisa mengambil beberapa langkah konkret:

1) Membentuk dana kompensasi nasional, di mana uang yang telah dikembalikan dari hasil korupsi digunakan untuk kepentingan publik.

2) Menetapkan kebijakan hukuman finansial bagi pejabat yang terbukti korupsi, di mana mereka harus membayar ganti rugi dari aset pribadi.

3) Meningkatkan mekanisme class action, di mana masyarakat bisa menuntut negara jika terbukti adanya kelalaian dalam pengelolaan keuangan.

Kesimpulan 

Kerugian negara sebesar Rp 1 kuadriliun adalah peringatan serius bagi pemerintah untuk segera mengambil tindakan nyata dalam memperbaiki tata kelola keuangan negara. 

Langkah-langkah seperti penegakan hukum yang lebih tegas, reformasi birokrasi, dan peningkatan partisipasi masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam mencegah kasus serupa terulang.

Selain itu, konsep tanggung jawab negara perlu diperluas agar pemerintah memiliki kewajiban yang lebih besar dalam memastikan bahwa uang negara tidak disalahgunakan dan masyarakat tidak menjadi korban dari sistem yang korup. 

Dengan pendekatan yang lebih transparan dan akuntabel, Indonesia dapat memperkuat fondasi demokrasinya dan membangun pemerintahan yang lebih bersih serta efektif. (*)