Demam Berdarah Dengue

Pemkab Polman Habiskan Rp 258 Juta Tangani KLB DBD di Desa Ambo Padang Tutar

Penulis: Fahrun Ramli
Editor: Nurhadi Hasbi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pasien DBD warga Desa Ambopadang menjalani perawatan di ruang kelas di SMP 2 Tutallu, Desa Ambopadang, Kecamatan Tutar, Polman, Senin (28/10/2024).

TRIBUN-SULBAR.COM, POLMAN - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Polewali Mandar (Polman) mengucurkan anggaran sebesar Rp 258 juta untuk penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Ambopadang Kecamatan Tubbi Taramanu (Tutar), Selasa (29/10/2024).

Hingga saat ini data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Polman mencatat ada 143 warga terserang DBD.

Sejumlah pasien telah berada di rumah setelah kondisinya mulai membaik, terdapat 17 pasien dirawat di gedung sekolah.

Baca juga: 17 Pasien DBD di Tutar Polman Dirawat di Ruang Kelas SMP Gara-gara Tidak Mau Jauh dari Keluarga

Untuk mencegah dampak DBD tidak semakin meluas, Pemkab Polman mengelontorkan anggaran Rp 258 juta.

Anggaran tersebut kebanyakan diserap untuk pendirian posko dan makan minum petugas penjaga, tenaga kesehatan, dan perawat.

Sekertaris Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Polman Gazali menyampaikan anggaran sebesar Rp 258 juta tersebut digunakan untuk beberapa kegiatan. 

Diantaranya pembenahan posko seperti pembuatan spanduk dan biaya kelistrikan di posko terpadu penanganan DBD.

"Biaya makan minum posko yang terdiri 40 personil penjaga dari BPBD sebesar Rp 34 juta yang direncanakan berlangsung selama 14 hari," kata Gazali kepada wartawan.

Dijelaskan kemudian biaya snack Rp 17 juta, untuk makan minum pasien Rp 44 juta, makan minum pendamping pasien, Rp 24 juta.

Selain itu Pemkab juga melakukan pengadaan kelambu 300 picis untuk pasien dan warga Desa Ambopadang senilai Rp 36 juta.

Kemudian belanja bahan bakar dan biaya pengganti transport personel sebesar Rp. 57 juta.

Biaya bahan bakar genset Rp 4 juta, biaya BBM untuk mobil tangki air dan mobil dapur umum serta roda dua sebesar Rp 17 juta.

Sementara itu salah satu anggota DPRD Polman mempertanyakan alasan Pemkab menjadikan kasus DBD di Ambopadang sebagai KLB. 

Padahal menurut pemantauan sejumlah anggota dewan saat berkunjung ke Desa Ambopadang beberapa hari lalu kondisinya masih normal.

Dengan status KLB otomatis biaya pengobatan warga seharusnya dapat ditanggulangi melalui program UHC tidak lagi di cover BPJS Kesehatan karena status KLB tersebut.

Ketua DPRD Polman terpilih, Fachry Fadly menyampaikan pihaknya beberapa hari lalu berkunjung ke posko penanganan DBD di Desa Ambopadang Tutar.

Ternyata kata Fachry posko yang didirikan tidak seramai dengan anggaran yang digelontorkan.

"Saat saya sendiri berkunjung ke posko kondisinya sepi, sementara pemkab sampaikan Rp 258 juta itu termasuk untuk membiayai petugas di posko dan di lapangan," ungkap Fachry Fadly.

Ia meminta agar anggaran tersebut sebaiknya lebih banyak dimaksimalkan untuk warga yang terjangkit DBD. 

Bukan malah anggaran lebih banyak dihabiskan untuk petugas pendamping, selain itu seharusnya juga dibuatkan dapur umum.

Senada dengan itu, Wakil Ketua DPRD Polman terpilih Amiruddin mengatakan seharusnya Pemkab Polman tidak terburu-buru menetapkan kasus DBD di Desa Ambopadang sebagai KLB. 

"Kondisi saat ini dari sekian banyaknya yang terserang itu sudah jauh lebih banyak yang sembuh, sehingga harusnya tidak usah status KLB," ujar Amiruddin.

Dengan penetapan status KLB ini bisa merugikan warga setempat, karena seharusnya bisa mendapatkan penanganan medis yang lebih layak dengan jaminan BPJS kesehatan.

Data dari Dinkes Polman hingga Sabtu 26 Oktober jumlah warga Desa Ambopadang yang terserang DBD tercatat 143 orang.

Kemudian pada Minggu 27 Oktober jumlahnya bertambah menjadi 145 penderita.

Lonjakan pasien DBD di Tutar ini terjadi selang beberapa hari saja. Pada Kamis 24 Oktober lalu, jumlah warga yang terkonfirmasi DBD hanya berjumlah 123 orang.(*)

Laporan Wartawan Tribun-Sulbar.com, Fahrun Ramli