TRIBUN-SULBAR.COM, MAMUJU - Polemik antara masyarakat di Desa Kalukku Barat dan Desa Beru-beru, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat dengan PT Jaya Pasir Andalan terkait izin tambang pasir terus berlanjut.
Setelah masyarakat setempat dua kali menggelar aksi unjuk rasa, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Barat kemudian mengeluarkan rekomendasikan kepada Pj. Gubernur Sulbar melalui Dinas ESDM, Dinas Penanaman Modal dan PTSP, dan Dinas Lingkungan Hidup untuk mengevaluasi rencana pengelolaan tambang pasir PT Jaya Pasir Andalan di Kalukku dan Beru-beru.
Hal itu tertuang dalam surat nomor B.000.4.2.1/533/X/2024 tentang rekomendasi DPRD Sulawesi Barat dan ditanda tangani oleh Wakil Ketua DPRD Sulbar, ST. Suraidah Suhardi, Jumat (25/10/2024) lalu.
Surat tersebut merupakan hasil dari tindak lanjut Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) DPRD Sulbar pada Senin 21 Oktober 2024 lalu.
Dalam surat itu dijelaskan, terkait adanya rencana aktivitas tambang pasir PT. Jaya Pasir Andalan di sepanjang sungai hingga pesisir Desa Kalukku Barat dan Desa Beru-Beru, dianggap potensi merusak lingkungan dan mengancam sumber penghidupan nelayan serta proses penerbitan izinnya dinilai cacat prosedural.
Wakil Ketua DPRD Sulawesi Barat (Sulbar), Munandar Wijaya.
Munandar mengaku sudah melaksanakan kunjungan ke lokasi tambang pasir di Kalukku Barat dan Beru-Beru, Mamuju.
Munandar mengatakan, sejumlah masalah dalam proses perizinan yang diterbitkan untuk PT Jaya Pasir Andalan ditemukan.
Baca juga: Wakil Ketua DPRD Sulbar Ungkap Dugaan Pemalsuan Dokumen Izin Tambang Pasir di Kalukku Mamuju
Baca juga: Laskar Laba-laba Relawan BESTI AKsi Bersih Masjid Nurul Taufik di Polman
Temuan ini mencerminkan adanya kejanggalan dalam dokumen dan administrasi yang menjadi dasar penerbitan izin tambang di Sungai Kalukku.
“Dari data dan fakta yang kami temukan, ada masalah pada dokumen dan administrasi yang menjadi dasar penerbitan izin operasional,” kata Munandar saat dikonfirmasi pada Minggu (27/10/2024).
Sebagai tindak lanjut dari temuan ini, DPRD Sulbar mengeluarkan Surat Rekomendasi Peninjauan Ulang Izin Operasional PT Jaya Pasir Andalan, dengan nomor B.000.4.2.1/533/X/2024.
Surat yang dikeluarkan pada Jumat, 25 Oktober 2024 ini mengungkap proses perolehan dokumen izin yang diduga tidak sesuai prosedur.
Dalam surat tersebut, DPRD Sulbar mengungkap adanya praktik pencatutan nama dan tanda tangan masyarakat yang bukan pemilik lahan di sekitar bantaran sungai.
Data ini digunakan oleh pihak perusahaan sebagai prasyarat untuk mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Ditemukan adanya pencatutan nama dan tanda tangan warga dalam proses pengumpulan dokumen, padahal mereka bukan pemilik lahan di bantaran sungai,” tulis poin kedua dalam surat rekomendasi tersebut.
Selain itu, Munandar juga menyoroti dampak negatif keberadaan tambang tersebut terhadap lingkungan sekitar.
Lokasi tambang dinilai berpotensi merusak hutan mangrove, serta menimbulkan kerusakan lingkungan di sekitar perkampungan yang dekat dengan pemukiman warga.
Mayoritas warga di lokasi tambang menyatakan penolakan terhadap kegiatan tambang pasir tersebut, yang dinilai berisiko menimbulkan konflik sosial.
“Warga menolak keras keberadaan tambang ini karena berpotensi memicu konflik jika tetap dipaksakan,” ujar Munandar.
Hasil kunjungan kerja DPRD Sulbar bersama dinas terkait ditemukan beberapa permasalahan diantaranya:
1. Mayoritas masyarakat Desa Kalukku Barat dan Desa Beru-Beru pemilik lahan di sekitar lokasi (titik kordinat) tambang sepanjang jalur sungai menolak adanya aktivitas tambang di daerah tersebut.
2. Ditemukan adanya data fakta di lapangan terkait pencatutan nama dan tanda tangan masyarakat bukan pemilik lahan dibantaran sungai dalam proses pengumpulan dokumen oleh pihak perusahaan sebagai prasyarat menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
3. Potensi merusak keberadaan hutan mangrove yang ada disekitar lokasi tambang.
4. Potensi terjadinya konflik di masyarakat yang berkepanjangan apabila proses tambang dipaksakan untuk beroperasi.
5. Sumber pendapatan nelayan diperairan lokasi tambang akan hilang danmengganggu perekonomian masyarakat nelayan.
6. Akan menimbulkan pencemaran air sungai muara sampai laut sekitar lokasi tambang.
7. Potensi adanya penggerusan tanah disepanjang sungai dan muara lokasi tambang. (*)