Perang Israel dan Hamas

Komandan Tentara IDF Marah ke Benjamin Netanyahu Usai Pasukannya Disebut Tidak Becus Perangi Hamas

Editor: Ilham Mulyawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PM Israel Benjamin Netanyahu - Gencatan Senjata Berakhir: PM Israel Siap Gempur Gaza Lagi, AS Ingin Masa Tenang Diperpanjang

TRIBUN-SUBA.COM -Perang berkepanjangan di Gaza membuat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menganggap Israel Defence Force (IDF) atau Pasukan Pertahanan Israel tidak becus untuk menghadapi perlawanan pejuang Hamas.

Dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu (13/7/2024) lalu, Netanyahu mengungkapkan bahwa selama berbulan-bulan, tidak ada kemajuan (di Gaza) karena tekanan militer (terhadap Hamas) tidak cukup kuat.

"Saya juga berpikir, demi kesepakatan penyanderaan dan demi kemenangan atas Hamas, kita harus memasuki Rafah," imbuh dia, menurut Channel 12 Israel.

Di kesempatan yang sama, Netanyahu juga mengatakan, apabila Israel mencapai kemajuan di Gaza, itu karena militer telah menghimpun kekuatan.

Pernyataan Netanyahu membuat Kepala IDF Herzi Halevi marah besar.

Baca juga: Polisi Sebut Banyak Pengendara Nakal Terobos Jalur Buka Tutup Mamuju - Majene dengan Ikuti Ambulans

Baca juga: Perbedaan Spesifikasi dan Harga HP Infinix Hot 40 Pro dan 40i

Halevi menuntut Netanyahu meminta maaf karena telah mengkritik militer Israel.

Pernyataan Netanyahu itu memicu kegeraman Halevi.

Selama pertemuan pada Minggu (14/7/2024), yang juga dihadiri kepala dua badan keamanan utama Israel, Shin Bet dan Mossad, Halevi mendesak Netanyahu untuk meminta maaf.

Media Israel mengulas fenomena bunuh diri di kalangan tentara IDF yang ikut perang, bak jerami yang mematahkan punggung unta. (AFP) (AFP)

"Ini (komentar Netanyahu) sangat serius. Saya menuntut Perdana Menteri untuk menyampaikan permintaan maaf," ujar Halevi, dilansir Anadolu Ajansi.

Tetapi, menurut Channel 12 Israel, Netanyahu belum menyampaikan permintaan maaf hingga saat ini.

Pejabat di kantor Netanyahu membantah Netanyahu mengelurkan pernyataan tersebut.

"Kami tidak mengetahui adanya pernyataan seperti itu dalam pertemuan keamanan baru-baru ini," ujar sumber disana.

Diketahui, perselisihan antara Netanyahu dan para pemimpin militer sudah beberapa kali terjadi sejak agresi di Gaza pada 7 Oktober 2023.

Perselisihan itu, terutama soal siapa yang harus bertanggung jawab atas Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilancarkan Hamas, kerap muncul ke publik.

Saat ini, Israel tengah menghadapi kecaman internasional di tengah genosida di Jalur Gaza.

Lebih dari 38.700 warga sipil Palestina tewas, mayoritas anak-anak dan perempuan, sementara lebih dari 89.000 lainnya terluka.

Sementara itu, militer Israel bakal segera memulai proses perekrutan pasukan dari komunitas Yahudi Ultra-Ortodoks pada pekan depan.

Pernyataan ini disampaikan langsung oleh militer Israel, Selasa (16/7/2024), dilansir Reuters.

Militer Israel mengatakan mulai Minggu (21/7/2024), "proses penerbitan perintah pemanggilan tahap awal untuk panggilan pertama" menjelang perekrutan bulan Juli, akan dilakukan.

Di hari yang sama, bentrokan terjadi antara pengunjuk rasa Yahudi Ultra-Ortodoks dan polisi.

Puluhan dari Yahudi Ultra-Ortodoks memblokor jalan raya utama Israel sebagai bentuk protes, tapi dengan cepat bisa dibubarkan.

Di hari yang sama, militer Israel mengakui mereka mengalami kekurangan tank, amunisi, hingga pasukan, di tengah serangan yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Militer Israel mengungkapkan banyak tank rusak selama serangan ke Gaza dan amunisi sangat terbatas.

Kurangnya pasukan membuat munculnya petisi yang menuntut penggabungan pasukan wanita ke dalam Korps Lapis Baja Angkatan Darat.

Meski demikian, belum ada tindak lanjut mengenai usulan itu lantaran jumlah tank yang tak memadai.

Sebagai informasi, topik perekrutan Yahudi Ultra-Ortodoks ini sangat sensitif di tengah serangan Israel di Jalur Gaza.

Menurut aturan yang berlaku, warga Israel diwajibkan bertugas di militer sejak usia 18 tahun selama 24-32 bulan.

Tetapi, komunitas Yahudi Ultra-Ortodoks sebagian besar dikecualikan dari aturan itu, selama beberapa dekade.

Pada Juni 2024, Mahkamah Agung Israel memutuskan Kementerian Pertahanan harus mencabut aturan pengecualian bagi Yahudi Ultra-Ortodoks.

Hal itu memicu ketegangan politik baru bagi pemerintahan Benjamin Netanyahu.

Sebab, koalisi Netanyahu mencakup dua partai Ultra-Ortodoks yang menganggap pengecualian itu sebagai kunci untuk menjaga konstituen mereka.

Keputusan Mahkamah Agung Israel itu telah memicu protes oleh penganut Yahudi Ultra-Ortodoks.

Sebagai informasi, jumlah Yahudi Ultra-Ortodoks mencapai 13 persen dari 10 juta penduduk Israel.

Angka itu diperkirakan akan mencapai 19 persen pada tahun 2035. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul https://www.tribunnews.com/internasional/2024/07/18/buat-geram-bos-idf-netanyahu-dituntut-minta-maaf-usai-kritik-militer-israel-halevi-ini-serius?page=all