Berita Majene

Korban Pemukulan dan Dugaan Pelecehan saat Demo HMI Majene di STIKES BBM Buka Suara

JA mengaku baru berani berbicara kepada media karena masih trauma dan takut bertemu orang asing. 

Penulis: Anwar Wahab | Editor: Nurhadi Hasbi
Anwar Wahab/Tribun-Sulbar.com
DEMO HMI MAJENE - Suasana aksi demontrasi HMI di depan STIKES BBM Majene, Jl Baharuddin Lopa, Kecamatan Banggae Timur, Kabupaten Majene, Sulbar, berakhir ricuh, Rabu (12/3/2025). Massa HMI dan mahasiswa Stikes BBM Majene bersitegang. 

TRIBUN-SULBAR.COM, MAJENE – Salah satu korban aksi anarkis demonstrasi HMI Majene pada Rabu, 12 Maret 2025, di Kampus STIKES BBM akhirnya buka suara kronologi dirinya mengalami kekerasan. 

JA (20), mahasiswi semester empat di Stikes Majene, mengungkapkan telah mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan di kepala serta pelecehan seksual saat kericuhan terjadi.

JA mengaku baru berani berbicara kepada media karena masih trauma dan takut bertemu orang asing. 

Baca juga: Geram dengan Aksi Anarkis, Puluhan Warga Datangi Sekretariat HMI Majene, Apa yang Terjadi?

Ia merasa perlu mengungkap kejadian yang dialaminya agar masyarakat mengetahui fakta yang terjadi di kampusnya.

Sore itu, JA bersama beberapa rekannya ditempatkan di barisan depan demonstrasi sebagai "pagar ayu," bukan sebagai tameng.

Tujuannya agar aksi tetap humanis dan kondusif, mengingat mayoritas mahasiswa STIKES BBM adalah perempuan.

Namun, situasi berubah ketika terjadi provokasi, dimulai dengan aksi seorang demonstran berbaju coklat  membawa bendera HMI dan mengayunkannya ke wajah para mahasiswi. 

"Bambunya sempat mengenai hidung saya, sakit sekali. Saya refleks menepis lalu mundur beberapa langkah," ujar JA saat dikonfirmasi Tribun Sulbar.com via telepon Senin (17/3/2025)..

Tensi semakin memanas saat bendera HMI robek dalam insiden yang berlangsung cepat.

Demonstran yang marah langsung bertindak agresif.

JA mengaku mengalami pukulan keras di kepala yang membuatnya berkunang-kunang dan hampir terjatuh.

Tidak berhenti di situ, JA juga mengalami pelecehan seksual.

"Seseorang meremas payudara sebelah kiri saya dengan keras hingga meninggalkan tanda cakaran dua garis. Saya kaget, shock, dada dan kepala saya sakit sekali," tuturnya dengan suara bergetar.

Usai kejadian, JA bersama seniornya melaporkan insiden tersebut ke Polres Majene pada malam harinya setelah salat Magrib.

Ia menjalani visum di RSUD Majene, dan pemeriksaan BAP baru selesai pukul 04.00 WITA dini hari.

Aksi Kekerasan Berlanjut di Hari Kedua

Tidak hanya berhenti pada 12 Maret, keesokan harinya, 13 Maret 2025, demonstran kembali mendatangi kampus dengan jumlah massa yang lebih besar, termasuk demonstran perempuan.

 Mereka diduga ingin membenturkan diri dengan mahasiswi STIKES BBM, tetapi kali ini tidak ada lagi "pagar ayu" yang ditempatkan pihak kampus.

Demonstran mencari oknum yang merobek bendera mereka.

Aksi anarkis kembali terjadi, dengan beberapa di antara mereka berusaha menerobos masuk ke aula kampus, tempat puluhan mahasiswi diamankan.

JA, yang kebetulan berada di aula untuk mengurus syarat beasiswanya, turut merasakan ketakutan luar biasa.

"Saya dan beberapa teman berusaha menahan pintu, tetapi mereka mencoba menerobos. Tangan mereka bahkan masuk melalui celah jendela nako yang terbuka," katanya.

Situasi semakin mencekam dengan teriakan demonstran di luar ruangan.

"Seperti di film zombie, mereka mengejar kami dari luar," ungkapnya. 

Beruntung, pihak kampus dan kepolisian segera tiba dan mengevakuasi para mahasiswi yang ketakutan.

Hingga saat ini, JA masih mengalami trauma berat.

Ia mengaku takut bertemu laki-laki, panik saat mendengar suara keras, dan kesulitan tidur. 

Secara fisik, ia masih merasakan sakit kepala berdenyut serta nyeri di dada akibat pelecehan yang dialaminya.

"Harapan saya, pelaku segera ditangkap dan diproses hukum. Saya ingin melihat mereka pakai baju oranye (tahanan)," tegasnya.

JA juga menyebut bahwa banyak temannya yang menjadi korban kekerasan fisik, seperti bogem di pelipis, pemukulan di kepala dan badan, serta diinjak. 

Namun, mereka enggan melaporkan kejadian tersebut karena takut.

Kasus ini kini telah ditangani pihak kepolisian, dan publik menantikan keadilan bagi para korban.

Sementara itu Himpunan Mahasiswa Islam beberapa hari yang lalu telah melakukan Klarifikasi terkait kejadian tersebut. 

Ia mengaku bahwa dugaan dan pelecehan tersebut masih dalam istilah praduga tak bersalah dan menunggu hasil pemeriksaan dari pihak Polres Majene. 

Jika ada tuduhan pelecehan atau pemukulan, HMI mendukung langkah hukum yang transparan dan objektif.

Menurutnya terkait tuduhan tersebut biarlah pihak kepolisian yang menyelesaikan sebagai mana yang sebenarnya. (*)

Laporan wartawan Tribun Sulbar.com Anwar Wahab

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved