Berita Nasional

Prabowo Panggil 3 Tokoh Sulsel Jadi Menteri Kabinet Barunya dengan Gibran, Berikut Profilnya

Presiden terpilih Prabowo Subianto mulai memanggil calon menteri untuk kabinet baru, di antaranya 3 tokoh asal Sulawesi Selatan (Sulsel).

Editor: Via Tribun
Kompas.com
Capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka (kanan) tiba di lokasi Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). 

TRIBUN-SULBAR.COM - Jelang pelantikan, Presiden terpilih Prabowo Subianto tampaknya sudah mulai merekrut sejumlah menteri untuk mengisi kabinet barunya bersama Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.

Para calon menteri tersebut sudah diminta menghadap ke kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Kebayoran, Jakarta Selatan pada Senin (14/10/2024) malam.

Di antara nama-nama yang dipanggil, terdapat tiga tokoh yang berasal dari Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan (Sulsel).

Ketiganya yakni Andi Amran Sulaiman, Prof KH Nasaruddin Umar, dan politisi Golkar Meutya Hafid.

Kolase: 3 tokoh Sulsel dipanggil Prabowo Subianto jadi calon menteri. Mereka yakni Andi Amran Sulaiman, Prof KH Nasaruddin Umar, dan politisi Golkar Meutya Hafid. (Istimewa)
Kolase: 3 tokoh Sulsel dipanggil Prabowo Subianto jadi calon menteri. Mereka yakni Andi Amran Sulaiman, Prof KH Nasaruddin Umar, dan politisi Golkar Meutya Hafid. (Istimewa) (Kolase Tribun Timur)

Diketahui, Andi Amran Sulaiman dan Prof KH Nasaruddin Umar berasal dari Kabupaten Bone Soppeng.

Sementara Meutya Hafid berdarah Bugis Soppeng.

Baca juga: Gibran Akui Jokowi Ikut Andil Menyusun Kabinet Prabowo, akan Ada Sekira 46 Kementerian

Total, ada 49 nama yang sudah diajak bicara oleh Prabowo.

Prabowo mengatakan bahwa pihaknya sudah lama melakukan seleksi untuk mencari menteri dalam kabinetnya. Mayoritas yang datang hari ini juga sudah lama diminta membantunya dalam pemerintahannya mendatang.

"Sebetulnya hari ini hanya mengkonfirmasi, saya konfirmasi saya yakinkan mereka bersedia atau tidak bantu saya di bidang yang saya tawarkan kepada mereka. Alhamdulillah semuanya menyatakan sanggup," kata Prabowo.

Sementara itu, Gibran mengaku tak tahu banyak mengenai nama-nama calon menteri kabinet Prabowo.

Ia menyebutkan hanya mendapat sedikit bocoran saat makan siang bersama Prabowo dan ayahnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Solo, Minggu (13/10/2024).

"Kalau susunan menteri dan lain-lain, sekali lagi saya serahkan kepada pak presiden terpilih," ujar Gibran

"Saya hanya mendapatkan sedikit bocoran waktu kemarin makan siang. Kita hormati pilihan pak presiden."

Ditanya soal rencananya menemui para calon menteri pilihan Prabowo, Gibran pun enggan bicara banyak. 

Ia hanya meminta publik menunggu pengumuman resmi susunan menteri pada 20 Oktober 2024 seusai pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. 

"Nanti, lihat dulu tanggal 20 (Oktober 2024)," ujarnya. 

Baca juga: Gibran Buka Suara soal Pertemuan Tertutup Jokowi dan Prabowo di Solo: Tunggu Saja

Berikut profil tiga tokoh Sulsel Dipanggil Prabowo Jadi Menteri

1. Profil Andi Amran Sulaiman

Andi Amran Sulaiman putra pasangan Andi B. Sulaiman Dahlan Petta Linta dan Andi Nurhadi Petta Bau.

Amran adalah anak ketiga dari dua belas bersaudara.

Ayah Amran adalah seorang tentara.

Amran kecil menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di daerah tetangga, Barru.

Ia tinggal selama 7 tahun dan pertama kali bersekolah di sekolah dasar.

Kemudian, ia kembali ke Bone dan menyelesaikan pendidikan dasar 12 tahun pertamanya, lulus dari sekolah menengah atas negeri di Lappariaja pada tahun 1989.

Andi Amran Sulaiman (AAS)
Andi Amran Sulaiman (AAS) (tribunnews)

Pernah Jadi Pemecah Batu di Barru

Andi Amran Sulaiman tinggal di Kabupaten Barru Sulsel saat kecil.

Amran kecil ketika itu ikut sang ayah yang berprofesi sebagai tentara.

Sang ayah ditugaskan di Kabupaten Barru.

Amran kecil bersama keluarga tinggal di Ballewe, Desa Binuang, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru pada tahun 1970-an.

Amran mengungkapkan, ia pernah bekerja sebagai pemecah batu untuk tambahan biaya sekolah saat kecil.

Ia juga pernah menangkap ikan mujair untuk sekedar mengisi perut yang lapar.

"Ya, itu nyata. Saya jadi pemecah batu kemudian dijual untuk biaya sekolah," kata Amran kepada wartawan di Barru Senin (3/4/2023) lalu.

Founder AAS Foundation itu mendatangi tempat tinggal masa kecilnya di Ballewe, Desa Binuang, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Senin (3/4/2023) pagi.

Kegiatan ini sebagai lanjutan Safari Ramadan AAS Community 2023. 

Andi Amran Sulaiman kembali menginjakkan kaki di kampung yang pernah ditinggalinya selama kurang lebih 7 tahun.

Tepatnya 40 tahun yang lalu. Kala itu usianya masih 2 tahun, Amran kecil ikut orang tuanya yang seorang tentara ditugaskan di Barru.

Tahun 1978 Amran meninggalkan Barru kembali ke kampung kelahirannya di Bone.

Kala itu usianya masih 8 tahun.

Amran ke Bone dengan berjalan kaki sembari membawa beberapa ekor sapi.

Langkah demi langkah ia jalani tanpa mengenal lelah dan menyerah. Sesekali ia singgah di masjid untuk salat dan beristirahat.

"36 tahun saya rasakan kemiskinan, amat sangat miskin. Tapi saya punya mimpi besar dan saya bertekad menggapainya. Walaupun sampai harus memeras keringat dan air mata," kenang Amran.

"Jangan kena sinar matahari di rumah. Mau kaya gampang. Jangan biarkan ada tanah yang tidur. Tanami apa saja yang menghasilkan," ujar Amran.

Baca juga: 35 Calon Menteri Kabinet Prabowo - Gibran Bocor, PDIP Jatah 4 Kursi, Kaesang Pangarep Masuk Daftar?

2. Profil Nasaruddin Umar

Nasaruddin Umar lahir di Ujung Bone, Sulawesi Selatan, 23 Juni 1959 sehingga saat ini usianya 63 tahun.

Nasaruddin Umar menikah dengan Helmi Halimatul Udhma dan dikaruniai tiga anak.

Mereka adalah Andi Nizar Nasaruddin Umar, Andi Rizal Nasaruddin Umar, dan Cantik Najda Nasaruddin Umar.

Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar yang dicium tangannya oleh Paus Fransiskus.
Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Nasaruddin Umar yang dicium tangannya oleh Paus Fransiskus. (TRIBUNNEWS.COM)

Nasaruddin Umar menghabiskan masa kecilnya di Sulawesi Selatan dan menimba ilmu di berbagai tempat.

Satu di antaranya di Pondok Pesantren As'adiyah yang berpusat di Sengkang, Wajo.

Ponpes ini merupakan lembaga pendidikan tertua di Sulawesi Selatan yang didirikan oleh ulama besar Sulawesi Selatan, AGH Muhammad As'ad al-Bugisi gelar Puang Aji Sade.

Lulus dari Pondok Pesantren As'adiyah, Nasaruddin Umar lantas melanjutkan pendidikan di IAIN Alauddin Ujung Pandang jurusan Fakultas Syari'ah pada 1980 dan mendapat penghargaan sebagai mahasiswa teladan.

Nasaruddin Umar lantas melanjutkan pendidikan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik di jenjang strata 2 (S2) maupun jenjang strata 3 (S3).

Ia juga pernah menjadi mahasiswa di Kanada dan Belanda saat menjalani program doktoral.

Baca juga: Santer Isu Jokowi Tolak Hadiri Pelantikan Prabowo - Gibran, Kecewa PDIP Masuk Kabinet?

Berikut pengalaman pendidikan Nasaruddin Umar, dikutip dari istiqlal.or.id:

  • SDN 6 tahun, di Ujung-Bone 1970
  • Madrasah Ibtida’iyah 6 tahun, di Pesantren As’adiyah Sengkang, 1971.
  • PGA 4 Thn, di pesantren As’adiyah Sengkang, 1974
  • PGA 6 Thn, di Pesantren As’adiyah Sengkang 1976
  • Sarjana Muda , Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1980
  • Sarjana Lengkap (Sarjana Teladan) Fakultas Syari’ah IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1984
  • Program S2 (tanpa tesis) IAIN syarif Hidayatullah Jakarta, 1990-1992.
  • Program S3 (alumni Terbaik) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan disertasi tentang” Perspektif Jender Dalam al-qur’an, 1993-1998.
  • Visiting Student di Mc Gill University canada, 1993-1994
  • Visiting Student di Leiden University Belanda, 1994/1995
  • Mengikuti Sandwich program di Paris University Perancis, 1995

Pernah melakukan penelitian kepustakaan di beberapa perguruan tinggi di Kanada, Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Belanda, Belgia,

Italia, Ankara, Istanbul, Srilanka, Korea Selatan, saudi Arabia, Mesir, Abu Dhabi, Yordania, Palestina, dan Singapore, Kualalumpur, Manila.

Sosok Nasaruddin Umar juga dikenal sebagai ulama sekaligus akademisi yang pernah berkarier di sejumlah tempat.

Mengutip dari staff.uinjkt.ac.id, Nasaruddin Umar berstatus sebagai PNS dosen dengan pangkat IV/e golongan pembina utama.

Pada 12 Januari 2002, Nasaruddin Umar juga dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Tafsir pada Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selain menjadi guru besar, ia menjabat sebagai Rektor Universitas Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur'an (PTIQ).

Sementara itu, ia pernah menjabat sebagai Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama periode 2006-2012.

Kemudian pada 2012, Nasaruddin Umar diangkat menjadi Wakil Menteri Agama RI hingga 2014.

Penulis buku Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Al-Quran itu juga merupakan pendiri organisasi lintas agama untuk Masyarakat Dialog antar Umat Beragama.

Nasaruddin Umar juga menjadi anggota dari Tim Penasehat Inggris-Indonesia yang didirikan oleh mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair.

Jabatan non-akademisi yang pernah diemban Nasaruddin Umar adalah Komisaris PT Balai Pustaka selama 2008-2012, Dewan Pengawas Perusahaan Umum (Perum) Percetakan Uang Republik Indonesia tahun 2012-2013, dan Dewan Pengawas Perum Jaminan Kredit Indonesia tahun 2014-2016.

Sejak 13 Oktober 2017, Nasaruddin Umar diangkat sebagai Komisaris Bank Mega Syariah.

Terbaru pada 18 April 2023, Nasaruddin Umar diangkat menjadi Komisaris Independen pada Komisaris PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR).

Baca juga: Konsekuensi Gibran Jika Gugatan PDIP Dikabulkan PTUN, Mahfud MD: Pak Prabowo Pilih 2 Orang

3. Meutya Hafid

Selain bermitra dengan Prabowo di DPR, Meutya pada Pilpres 2024, dia masuk dalam jajaran Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran.

Dalam beberapa event Kementerian Pertahanan, perempuan berdarah Bugis Soppeng terlihat mendampingi Prabowo.

Meutya Hafid merupakan mantan jurnalis Metro TV dan pembaca berita di stasiun televisi milik Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh itu.

Pada 18 Februari 2005 atau 19 tahun lalu, Meutya Hafid dan rekannya juru kamera Budiyanto diculik dan disandera oleh sekelompok pria bersenjata ketika sedang bertugas di Irak.

Kontak terakhir Metro TV dengan Meutya Hafid adalah pada 15 Februari, tiga hari sebelumnya.

Mereka akhirnya dibebaskan pada 21 Februari 2005 atau disandera selama 168 jam (7 hari dan 7 malam).

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid. (Instagram @meutya_hafid)
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid. (Instagram @meutya_hafid) (Instagram)

Sebelum ke Irak, Meutya Hafid juga pernah meliput tragedi tsunami di Aceh.

Pada tanggal 28 September 2007, Meutya me-launching buku yang ia tulis sendiri, yaitu 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turut menyumbangkan tulisan untuk bagian pengantar dari buku ini.

Selain presiden, beberapa tokoh lainnya pun menyumbangkan tulisannya yakni Don Bosco Selamun (Pemimpin Redaksi Metro TV 2004-2005) dan Marty Natalegawa (mantan Juru Bicara Departemen Luar Negeri).

Baca juga: Pemilik Akun Fufufafa Dilaporkan, 3 Alasan Roy Suryo Yakin 99,9 Persen Milik Gibran Rakabuming Raka

Pada 2010, Meutya berpasangan dengan H Dhani Setiawan Isma mencalonkan diri sebagai Wali kota dan Wakil Wali kota Binjai periode 2010-2015, diusung Partai Golkar, Demokrat, Hanura, PAN, Patriot, P3I, PDS serta 16 partai non-fraksi DPRD Binjai.

Deklarasi pasangan Dhani-Meutya didukung Partai Golkar sebagai calon Wali kota dan Wakil Wali kota dilaksanakan di Gedung Patar Hall, Jalan Tuanku Imam Bonjol, Binjai Kota, pada 15 Desember 2009

Sayangnya, perempuan berdarah Bugis Soppeng dari ayahnya almarhum Anwar Hafid itu kalah.

Saat itu, diduga ada kesalahan rekapitulasi penghitungan suara di Tingkat PPK Binjai Barat, Binjai Utara, Binjai Timur, Binjai Selatan dan Binjai Kota.

Suara Dhani-Meutya juga diduga berkurang 200, dari seharusnya 22.287 menjadi 22.087 suara.

Perolehan suara Dhani-Meutya juga banyak yang dibatalkan karena kertas suara dicoblos hingga bagian belakang secara simetris, dan banyaknya dan kertas suara yang robek di bagian tengah sehingga menguntungkan calon pasangan tertentu.

Meutya berupaya mencari keadilan ke Mahkamah Konstitusi dan meminta penghitungan kembali kotak suara sekaligus mencari kebenaran pelaksanaan Pilkada di Kota Binjai karena diduga ada kesalahan penghitungan suara di beberapa TPS, Kecamatan Binjai Barat berdasarkan temuan-temuan saksi di tiap-tiap TPS.

Sayangnya, MK memutuskan menolak permohonan Meutya Hafid dengan alasan tidak cukup bukti.

Pada bulan Agustus 2010, ia dilantik menjadi anggota DPR antar waktu dari Partai Golkar menggantikan Burhanudin Napitupulu yang meninggal dunia.

Meutya Hafid pun kembali terpilih pada Pemilu 2014, 2019, dan 2024.(*)

(Tribun-Timur.com) (Tribunnews.com/ Jayanti Tri Utami)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Irit Bicara saat Ditanya Susunan Kabinet Prabowo, Gibran: Saya Hanya Dapat Sedikit Bocoran, dan Tribun-Timur.com dengan judul Sosok 3 Tokoh Sulsel Dipanggil Prabowo untuk Jadi Menteri

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved