OPINI
Nestapa Guru Honorer
Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah upah minimum regional (UMR).
Oleh : Rahmawati, S.Pd, Ketua Majelis Ta'lim Mar'atuLL MUTHMAINAH
Tenaga Honorer kembali harus menelan pil pahit, pasalnya pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Tjahjo Kumolo, telah menerbitkan Surat Edaran nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pada 31 Mei 2022 dan telah diundangkan.
Dalam surat edaran itu, disebutkan Aparatur Sipil Negara hanya terdiri dari PPPK dan PNS. Sebelumnya, pemerintah telah mengatur tentang PPPK dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). (tribunnews.com, 2/6/2022)
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan, kebijakan penghapusan pekerja honorer bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
Sebab, selama ini tenaga honorer direkrut dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
Kendati demikian, instansi tak bisa serta merta mengangkat pegawai honorer menjadi pekerja outsourcing. Pengangkatannya harus sesuai kebutuhan dan kemampuan keuangan masing-masing instansi.
Untuk itu Aliansi Honorer Nasional (AHN) Sulawesi Barat (Sulbar) menggelar aksi unjuk rasa, Kamis (9/6/2022) untuk memperjuangkan nasib honorer dilingkup pemerintah.
Aksi tersebut, dilakukan memperjuangkan nasib honorer dilingkup pemerintahan. Titik aksi dilaksanakan di DPRD Sulbar, Jl Abdul Malik Pattana Endeng, Kecamatan Simboro, Kabupaten Mamuju.
Ada tiga tuntutan Aliansi Honorer Nasional kepada pemerintah. Pertama, menolak pemberhentian dan penghapusan tenaga honore khususnya yang telah mengabdi selama 10 tahun lebih.
Kedua, meminta pemerintah segera mengangkat sisa honorer kategori II menjadi CPNS atau CPPPK. Ketiga, meminta perlakuan khusus atau afirmasi terhadap THK II dalam perekrutan CPNS atau CPPPK tahun 2022-2023.
"Iya kita akan terus menuntut agar pemerintah mendengar dan menjawab semua tuntutan kami," kata Ketua Forum Organisasi Aliansi Honorer Nasional Sulbar, Fadli ZA, Rabu (8/6/2022). (sulbar.tribunnews.com, 8/6/2022)
Pertanyaannya Berapa Jumlah Honorer yang Tersisa Saat Ini?
Melansir keterangan resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), pada tahun 2018-2020, sebanyak 438.590 THK-II (tenaga honorer kategori II) mengikuti seleksi
CASN (CPNS dan PPPK). Per Juni 2021 (sebelum pelaksanaan seleksi CASN 2021), terdapat sisa THK-II sebanyak 410.010 orang.
Itu artinya masih ada sebanyak 410.010 tenaga honorer saat ini. Jumlah THK-II itu terdiri atas tenaga pendidik sebanyak 123.502, tenaga kesehatan 4.782, tenaga penyuluh 2.333, dan tenaga administrasi 279.393.
Sejumlah 184.239 dari tenaga administrasi tersebut berpendidikan D-III ke bawah yang sebagian besar merupakan tenaga administrasi kependidikan, penjaga sekolah, administrasi di kantor pemda, dan administrasi di puskesmas/rumah sakit.
Selain itu, keberadaan tenaga honorer di sektor pendidikan sangatlah banyak.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) di website Kemendikbud.go.id jumlah guru honorer sekolah negeri dan lembaga pendidikan mencapai 704.503 orang.
Fakta di lapanganpun menunjukkan bahwa kehidupan guru honorer masih jauh dari kata sejahtera.
Selain itu mereka juga kerap mendapatkan tugas yang lebih berat di luar tugas utamanya sebagai pendidik, antara lain menjadi operator sekolah, pengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta kegiatan administrasi lainnya.
Namun meskipun tugas mereka lebih berat, tapi kenyataannya gaji yang mereka dapatkan sangat minim.
Honorer dalam Pusaran Kapitalisme
Peliknya permasalahan guru honorer tentunya membuat kita sadar bahwa problem solving yang akan dijalankan pemerintah nyatanya belum betul-betul menyelesaikan masalah.
Hal ini menjadi wajar karena saat ini kita sedang berada dalam cengkeraman sistem kapitalisme. Sistem yang hanya berorientasi pada profit.
Sistem yang juga selalu memberikan karpet merah bagi para pemilik modal. Hubungan antara penguasa dan rakyat hanya didasarkan pada untung rugi.
Dalam memenuhi kebutuhan, rakyat harus berjuang sendiri tanpa diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang memadai.
Membiarkan kehidupan dalam cengkeraman sistem kapitalisme akan membuat rakyat termasuk para guru sulit untuk merasakan kesejahteraan. Padahal, guru merupakan ujung tombak pendidikan.
Di tangan merekalah nasib generasi mendatang akan ditentukan. Jika saja pemerintah menyadari peran penting para guru, tentunya mereka akan membuat kebijakan yang akan menyejahterakan para pendidik generasi ini.
Sudah seharusnya pemerintah peduli dan tanggung jawab terhadap nasib guru honorer yang belum mendapatkan hasil sepadan dengan kerja keras yang mereka kerahkan selama ini.
Pemerintah ini hanya berfokus menyelesaikan masalah penumpukan jumlah guru honorer agar tdk memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat.
Padahal bila dipraktikkan kebijakan ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja kehilangan pekerjaan, menimbulkan masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.
Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat terhadap kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru.
Ini juga mencerminkan rendahnya perhatian terhad nilai sektor pendidikan bagi pembangunan SDM.
Membiarkan kehidupan dalam cengkeraman sistem kapitalisme akan membuat rakyat termasuk para guru sulit untuk merasakan kesejahteraan. Padahal, guru merupakan ujung tombak pendidikan.
Di tangan merekalah nasib generasi mendatang akan ditentukan. Jika saja pemerintah menyadari peran penting para guru, tentunya mereka akan membuat kebijakan yang akan menyejahterakan para pendidik generasi ini.
Sudah seharusnya pemerintah peduli dan tanggung jawab terhadap nasib guru honorer yang belum mendapatkan hasil sepadan dengan kerja keras yang mereka kerahkan selama ini.
Pemerintah ini hanya berfokus menyelesaikan masalah penumpukan jumlah guru honorer agar tidak memberatkan tanggungan keuangan pemerintah pusat.
Padahal bila dipraktikkan kebijakan ini akan berdampak ratusan ribu tenaga kerja akan kehilangan pekerjaan.
Yang kemudian menimbulkan masalah sosial ekonomi dan bahkan berdampak pada proses belajar mengajar di sekolah.
Kebijakan ini mengindikasikan lepas tangannya pemerintah pusat terhadap kebutuhan sekolah terhadap guru dan kebutuhan akan kesejahteraan guru.
Ini juga mencerminkan rendahnya perhatian terhadap nilai sektor Pendidikan bagi pembangunan SDM.
Solusi Cerdas Pegawai Honorer
Pendidikan adalah hal yang penting dalam mencetak generasi penerus estafet peradaban suatu bangsa, maka sudah selayaknya guru sebagai pendidik generasi tersebut mendapat gaji dan pelayanan yang maksimal agar fokus dan maksimal dalam mendidik generasi.
Prinsip pengelolaan urusan ummat dalam Islam didasarkan pada aturan yang sederhana, pelayanan prima, dan tenaga kerja yang mumpuni dalam menangani urusan rakyat.
Negara menyediakan lapangan pekerjaan yang memadai bagi rakyatnya, khususnya bagi kaum laki-laki yang mempunyai kewajiban bekerja dan menafkahi keluarganya.
Selain itu, tidak ada persyaratan kompleks bagi tenaga kerja yang ingin bekerja dalam departemen, jawatan, atau unit-unit. Terpenting, mereka memiliki status kewarganegaraan dan memenuhi kualifikasi, baik laki-laki maupun perempuan, Muslim maupun non-Muslim.
Iman Ad Damsyiqi menceritakan dalam sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha bahwa semasa pemerintahan Umar bin Khaththab ada tiga guru yang mengajar anak-anak. Mereka diberikan gaji masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63,75 gram emas).
Jika saat ini harga 1 gram emas 500 ribu rupiah, maka gaji guru saat itu setiap bulannya adalah sebesar Rp31.875.000,00. MasyaAllah bukan?
Pemberian gaji ini tentunya tidak memandang status guru tersebut, apakah mereka PNS ataupun honorer. Hal yang jelas adalah bahwa mereka berstatus sebagai tenaga kerja.
Pengaturan gaji, negara akan mengambil dari kas baitulmal. Apabila kas baitulmal tidak tercukupi maka negara bisa menariknya dari dharibah atau pajak yang bersifat sementara.
Dan pajak ini hanya dipungut dari rakyat yang benar-benar kaya (crazy rich). Disaat yang sama, karena tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai, maka rakyat tidak akan menjadikan PNS/ASN sebagai satu-satunya pekerjaan impian.
Ketenagakerjaan dalam Islam menggunakan sistem pemenuhan kebutuhan bukan sekadar status.(*)