YLKI Endus Kartel Dibalik Mahalnya Minyak Goreng
Dugaan permainan kartel yang diendus oleh YLKI ditengah melambungnya harga minyak goreng dalam negeri.
Penulis: Suandi | Editor: Nurhadi Hasbi
TRIBUN-SULBAR.COM - Pemerintah bakal mendistribusikan minyak goreng murah seharga Rp 14.000 per liter.
Melalui Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Oke Nurwan mengatakan, penyaluran minyak goreng murah itu akan dilakukan melalui pengecer di pasar rakyat, pasar modern, dan e-commerce.
Harga minyak goreng Rp 14.000 per liter itu bakal berlaku selama enam bulan ke depan dan dapat diperpanjang.
Ada sebanyak 1,2 miliar liter minyak goreng subsidi yang bakal diedarkan nantinya.
Sebelumnya diberitakan jika harga minyak goreng tengah melambung tinggi di pasaran.

Baca juga: UPDATE Harga Bahan Pokok di Mamuju, Cabai hingga Minyak Goreng Mulai Turun
Baca juga: Harga Minyak Goreng Kemasan 2 Liter Masih Rp 45 Ribu di Pasar Baru Mamuju
Dikutip dari Pusat Informasi Pangan Strategis, harga minyak goreng bahkan ada yang mencapai Rp 19.000 hingga Rp 24.000 per kilogram, Sabtu (8/1/2022).
Sementara itu, secara rata-rata nasional, harga minyak goreng kemasan bermerek di Indonesia mencapai Rp 20.900 per kilogram.
Harga rata-rata nasional itu bahkan dinilai masih jauh lebih mahal dibandingkan dengan Malaysia yang notabene juga menjadi salah satu produsen sawit terbesar di dunia serta memiliki pendapatan per kapita 3 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia.
Kenaikan harga minyak goreng dipengaruhi oleh harga Crude Palm Oil (CPO) dunia yang mengalami kenaikan menjadi 1.340 dollar AS per metrik ton (MT).
Persekongkolan kartel minyak goreng
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengendus adanya praktik kartel di balik melambungnya harga minyak goreng di Indonesia.
Ketua YLKI, Tulus Abadi, menyampaikan, ada sejumlah indikasi kartel di balik naiknya harga minyak goreng di negara-negara pengekspor sawit terbesar dunia ini.
"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus Abadi.
Sebagai informasi, kartel merujuk pada sejumlah kelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja satu sama lain guna meningkatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Dengan menaikkan harga minyak sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan.
Tulus menilai indikasi kartel tampak pada melonjaknya harga minyak goreng secara serempak dan dalam waktu yang bersamaan.
Mengingat, selama ini, sebagian besar minyak goreng yang beredar di pasaran dikuasai oleh segelintir perusahaan besar
"Kalau kartel pengusaha bersepakat, bersekongkol menentukan harga yang sama sehingga tidak ada pilihan lain bagi konsumen," jelasnya.
Ia menilai jika kenaikan harga minyak goreng dipicu oleh lonjakan permintaan, hal tersebut bukan menjadi alasan.
Pasalnya, Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2022 sudah berlalu, akan tetapi harga minyak goreng masih saja tinggi.
Mengingat, Indonesia adalah salah satu negara produsen sawit terbesar dunia.
Harga minyak CPO yang mengalami lonjakan juga tak bisa dijadikan sebagai patokan untuk menaikkan harga minyak goreng yang dijual di dalam negeri.
Sejatinya, harga minyak goreng harus mengacu pada harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kemendag.
"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," tuturnya.
Menjual harga minyak goreng yang mahal di dalam negeri tentunya menciderai konsumen.
Lantaran, perusahaan-perusahaan besar menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema hak guna usaha (HGU).
Ironisnya, pemerintah juga tak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodisel.
Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit).
Selain itu, kenaikan harga minyak goreng yang juga disebabkan oleh adanya pabrik minyak goreng yang tak terintegrasi juga tak masuk di akal.
Mengingat, hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan sawit.
Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak.
(Tribun-Sulbar.com/Al Fandy Kurniawan)