Kontroversi Syarat Wajib PCR, Epidemolog Sebut Vaksin Dosis Lengkap dan Prokes Sudah Cukup

Terkait kontroversi wajib PCR bagi pelaku perjalanan moda transportasi darat, epidemologi menyatakan vaksinasi dosis lengkap dan prokes sudah cukup.

Penulis: Suandi | Editor: Ilham Mulyawan
tribunnews.com
Seluruh penumpang dari luar negeri yang baru mendarat di Bandara Soekarno-Hatta dipastikan langsung menjalani tes PCR di Terminal 3 sebelum memproses keimigrasian untuk masuk wilayah Indonesia. 

TRIBUN-SULBAR.COM - Pakar Epidemologi Fakultaas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Syahrizal Syarif menyatakan vaksinasi dosislengkap bisa digunakan sebagai syarat administrasi bagi pelaku perjalanan, alih-alih harus mewajibkan tes Polymerase Chain Reaction atau Rapid Diagnostic Test (RDT) antigen.

Dosis vaksinasi yang lengkap serta penerapan protokol kesehatan yang ketat jauh lebih masuk akal digunakan sebagai syarat administrasi dalam melakukan perjalanan.

Pasalnya, syarat administrasi sendiri prinsipnya masal. Seharusnya, itu mudah, tidak boleh memberatkan dan efektif.

Berkaca di lapangan, tidak ada prinsip yang menerapkan faktor kemudahan, tidak memberatkan, dan efektif.

Kebijakan pemerintah yang masih mewajibkan pelaku perjalanan memberikan hasil tes baik PCR maupun antigen, justru menjadi kontroversial.

Syahrizal Syarif, Pakar Epidemologi Fakultaas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Pakar Epidemologi Fakultaas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Syahrizal Syarif.

Baca juga: Legislator: Aturan Wajib PCR Pelaku Perjalanan Darat Jarak 250 km Hanya Timbulkan Kontroversi

Baca juga: Bongkar Pasang Kebijakan PCR Hingga Dugaan Bisnis Tes PCR, Pemerintah Dinilai Kalut

Adanya kebijakan menerapkan tes PCR dan antigen di seluruh moda transportasi justru membenturkannya dengan tujuan vaksinasi.

Seolah-olah meragukan efektifitas vaksin. Kebijakan tersebut sudah semestinya dipertambangkan lagi.

"Ngapain kita vaksin-vaksin kalau tidak percaya dengan efek perlindungannya? Sepanjang dua kali vaksin dan tetap pakai masker, aman."

"Nah, gunakan dong dua kali vaksinasi sebagai syarat administrasi dan protokol kesehatan," terang Syahrizal Syarif.

Lebih lanjut, Syahrizal megungkapan keperluan serangkaian tes kepada pelaku perjalanan khususnya antigen adalah pilihan yang tepat dibanding tes PCR.

Pasalnya, tes PCR sendiri sebenarnya tidak bisa digunakan secara sembarangan.

PCR merupakan alat diagnostik yang digunakan sebagai early detection atau deteksi dini yang memiliki syarat penggunaan.

Seseorang yang tepat untuk melakukan tes PCR adalah orang yang memiliki syarat klinis dan epidemologis.

Sebagai informasi, syarat klinis adalah orang yang menunjukkan gejala Covid 19, akan tetapi sewaktu di tes antigen negatif.

Sementara gejala klinisnya menunjukkan gejala Covid 19.

"Orang seperti ini memenuhi syarat pemeriksaan PCR," terangnya.

Sedangkan syarat epidemologis adalah kontak erat. Seseorang yang memiliki kontak erat dengan orang yang terkonfirmasi positif Covid 19 diharuskan untuk melakukan tes PCR.

"Sekarang, orang di jalan apakah memenuhi syarat PCR? Klinis tidak, epidemologis juga," bebernya.

Tanggapan Legislator

Hal senada juga diungkapkan oleh legislator, yang mendesak pmerintah untuk berhenti membuat peraturan yang mempersulit perjalanan masyarakat khususnya untuk moda transportasi darat.

Mengingat, Pusat Pengendalian dan Penceghan Penyakit (CDC) Amerika Serikat sudah menerapkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan resiko rendah penularan Covid 19.

CDC menyatakan resiko penularan Covid 19 di Indonesia masuk dalam kategori 1 yang berarti resikonya rendah.

Resiko tersebut bahkan jauh lebih baik dari Jepang dan Russia yang masih berada di level 3.

"Jadi, sebaiknya pemerintah mulai merelaksasi aturan perjalanan bukan malah mempersulit seperti Surat Edaran Kementerian Perhubungan," kata anggota Komisi V DPR RI, Sigit Sosiantomo.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai kebberadaan SE Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 90 Tahun 2021 akan mempersulit mobilitas warga karena persyaratan wajib PCR atau antigen untuk moda transportasi darat, termasuk kendaraan pribadi dan sepeda motor.

Selain itu, persyaratan tersebut juga akan membebani masyarakat pengguna transportasi darat yang umumnya dari kalangan menengah ke bawah.

Oleh sebab itu, Kemenhub perlu menghapus semua aturan yang membebani penumpang utamanya tes PCR atau antigen demi kemudahan penumpang transportasi darat.

Anggota Komisi V DPR RI itu mengusulkan untuk melakukan skrinning dengan pemeriksaan acak pada penumpang secara gratis.

Menurutnya, yang terpenting adalah masyarakat taat pada protokol kesehatan dan meningkatkan vaksinasi Covid 19.

"Percuma jika sudah divaksinasi akan tetapi aturannya masih ribet dan mahal," kata Sigit.

Berdasarkan aturan SE Kemenhub Nomor 94 tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri Dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Covid-19, dinyatakan untuk perjalanan darat dari dan ke daerah di wilayah Jawa-Bali serta di wilayah luar Jawa-Bali yang ditetapkan melalui Instruksi Mendagri sebagai daerah kategori PPKM Level 3, 2, dan 1 wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes antigen.

Adapun, sampel tersebut diambil kurun waktu maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan dan kartu vaksin minimal vaksin dosis pertama sebagai persyaratan melanjutkan perjalanan.

Sedangkan untuk wilayah aglomerasi berdasarkan SE yang sama tidak perlu untuk menunjukkan kartu vaksin dan hasil negatif rapid test antigen.

Sebelumnya, pemerintah telah menghapus peraturan SE Kemenhub yang berisi kontroversi terkait ukuran perjalanan darat jarak jauh dengan jarak minimal 250 km atau minimal waktu perjalanan 4 jam.

(Tribun-Sulbar.com/Al Fandy Kurniawan)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved